MUTU
BAHAN PANGAN
a. Pengertian mutu dan kualitas
Menurut
Kramer dan Twigg (1983), mutu adalah gabungan sejumlah atribut yang dimiliki
oleh bahan atau produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parameter
kenampakan, warna, tekstur dan rasa.
Mutu juga
dapat diartikan sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang
dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standard an spesifikasi
terutama sifat organoleptiknya (Hubeis, 1984).
Mutu
juga dapat dianggap sebagai kepuasan (akan kebutuhan dan harga) yang didapatkan
konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen.
Menurut
Fardiaz (1997), mutu didefinisikan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu
wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia yang
menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.
Karakteristik
mutu bahan pangan dikelompokkan menjadi dua (2) yaitu:
1.
Karakter
fisik/ tampak meliputi penampilan (warna ukuran, bentuk, cacat fisik) dan
kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi, flavor.
2.
Karakteristik
tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.
Sedangkan
kualitas bahan pangan dapat dikatakan baik hanya karena karakter ukuran, jenis
atau kesegarannya (memiliki satu sifat baik).
Pisang
batu mempunyai kualitas baik untuk membuat rujak (satu sifat), namun pisang
yang mempunyai mutu baik adalah pisang Cavendish ( karena memiliki sejumlah
atribut baik seperti rasa manis, kulit mulus, bentuk menarik, tekstur daging
buahnya lembut).
b. Penurunan Mutu bahan Pangan
Bahan pangan
setelah dipanen akan mengalami serangkaian proses perombakan yang mengarah ke
penurunan mutu. Ada tiga (3) factor yang
mempengaruhi penurunan mutu bahan pangan, yaitu;
1.
Kerusakan
fisik
Kerusakan
fisik dapat disebabkan oleh perlakuan fisik seperti terbanting, tergencet atau
terluka. Perlakuan tersebut dapat
menyebabkan terjadinya memar (seperti pada buah dan sayur), luka (seperti pada
ikan saat ditangkap) dan adanya benda asing (adanya rambut, pasir, batu, dsb).
2.
Kerusakan
kimiawi
Penurunan
kandungan senyawa kimia pada bahan pangan dapat terjadi pencucian dan pemanasan
berlangsung. Selama pencucian beberapa
protein, vitamin B, C dan mineral akan larut air.
Kerusakan
kimiawi dapat juga disebabkan oleh autolysis,
yaitu perombakan jaringan oleh enzim yang berasal dari bahan pangan
tersebut. Daging ikan yang mengalami autolysis
jika ditekan akan terasa kurang elastic dan lama kembali ke bentuk semula.
Kerusakan
kimiawi juga ddapat disebabkan karena oksidasi yang terjadi pada bahan pangan
yang mengandung minyak/lemak. Selama penyimpanan lemak tidak jenuh akan
mengalami proses oksidasi membentuk senyawa peroksida.
Kerusakan
kimia yang lain adalah terjadinya Browning.
Reaksi browning terdiri dari empat tipe yaitu reaksi maillard,
karamelisasi, oksidasi vitamin C dan pencoklatan oleh enzim fenolase. Reaksi maillard
terjadi antara gugus asam amino bereaksi dengan gula pereduksi. Karamelisasi terjadi jika karbohidrat
dipanaskan. Sedangkan browning oleh
enzim fenolase umumnya terjadi pada buah dan sayur.
Selain
diatas kerusakan kimia juga disebabkan oleh adanya senyawa kimia pencemar baik
yang secara alami maupun sengaja ditambahkan.
3.
Kerusakan
biologis
Kerusakan
ini dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pathogen dan pembusuk baik
jamur, khamir, bakteri. Yang termasuk
kerusakan biologis antara lain adalah;
a.
Burst
belly
Tubuh
ikan mengandung banyak mikroba terutama pada insang, kulit dan saluran
pencernaan/ perut. Jika tidak disiangi
akan cepat terjadi kerusakan oleh enzim yang mencerna dan merusak jaringan
daging yang ada disekitarnya terutama perut.
Peristiwa pecahnya dinding perut ikan disebabkan oleh enzim disebut
burst belly.
b.
Aktivitas
mikroorganisme yang merugikan
Mikroorganisme
yang merugikan terdiri dari mikroorganisme pembusuk (contohnya Pseudomonas sp, Lactobacillus, Staphilococus)
dan mikroorganisme pathogen (menyebabkan penyakit) contohnya E. coli, Clastridium botullinum, Staphylococus
aureus.
c.
Adanya senyawa beracun
Misalnya;
keracunan Ciguatera (pada ikan karang), keracunan tetrodoxin (pada octopus,
kepiting, atelpus dan xantid), keracunan kerang.
c. Pencegahan Penurunan Mutu
Tindakan pencegahan
penurunan mutu bahan pangan dapat dilakukan pada berbagai aspek.
1. Selama penanganan
Dalam aspek penanganan , penurunan
mutu dapat dicegah melalui;
-
Precooling,
pendinginan bahan sebelum dilakukan pengolahan
-
Penanganan
steril, penaganan bahan pangan dengan bebas dari pencemar
-
Pencucian
bahan pangan
-
Penyiangan,
yaitu pembuangan kulit, insang, isi perut sebagai sumber mokroorganisme
-
Blanching,
yaitu pemanasan yang bertujuan diantaranya adalah untuk inaktivasi enzim.
-
Pemiletan,
yaitu pemisahan daging dari tulang, duri, kulit dan bagian lain yang tidak
dikehendaki
-
Sortasi,
yaitu pemisahan bahan pangan berdasarkan baik buruk, diterima atau tidak
diterima.
-
Grading,
yaitu pemisahan bahan pangan berdasarkan pengkelasan mutu.
-
Pemisahan
daging dari tulang
2. Selama pengawetan
Selama pengawetan
penurunan mutu dapat dicegah melalui;
-
Penggunaan
suhu rendah, bisa dengan pendinginan ataupun pembekuan
-
Irradiasi,
yaitu penggunaan sinar radioaktif (yang biasa digunakan sinar gamma) untuk
pengawetan.
-
Penggunaan
bakteri antagonis, yaitu bakteri –bakteri yang bekerja secara berlawanan dengan
bakteri pembusuk atau pathogen.
3. Selama pengolahan
Selama pengolahan,
penurunan mutu dapat dicegah melalui;
-
Penggunaan
suhu tinggi
-
Penurunan
kadar air
-
Penambahan
senyawa kimia
-
Fermentasi
No comments:
Post a Comment
Komentar