Tuesday 30 April 2019

Informasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)



MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI
BERBASIS SKKNI LEVEL IV









BUKU INFORMASI
MENGIKUTI PROSEDUR MENJAGA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

THP.OO01.007.01



Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tahun 2018
 






BAB I

PENDAHULUAN



A.    Tujuan Umum

Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu Mengikuti Prosedur Menjaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

B.    Tujuan Khusus

Adapun tujuan mempelajari unit kompetensi melalui buku informasi Mengikuti Prosedur Menjaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ini guna memfasilitasi peserta sehingga pada akhir diklat diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.     Mengidentifikasi,mengendalikan dan melaporkan tentang K3
2.     Melakukan pekerjaan dengan aman
3.     Mengikuti prosedur keadaan darurat
4.     Melaporkan kekurangan sarana dalam mengikuti prosedur


BAB II

MENGIDENTIFIKASI, MENGENDALIKAN DAN MELAPORKAN K3


A.   Pengetahuan yang diperlukan dalam mengidentifikasi, mengendalikan dan melaporkan tentang K3


          1.     Bahaya-bahaya di tempat kerja
Dampak dari bahaya di tempat kerja yang dirasakan oleh tubuh manusia dapat bersifat akut, kronis atau kadang-kadang keduanya. Bahaya yang akut adalah reaksi langsung pada bahaya yang mengenainya, misalnya: adanya bintik-bintik merah pada kulit, batuk-batuk, sulit bernafas, tidak sadar, atau meninggal. Akibat terdampak bahaya akut dapat dialami dalam waktu singkat atau lama seperti cacat/ kerusakan yang permanen pada tubuh kita.
Bahaya yang bersifat kronis mungkin tidak segera kelihatan jelas dan akibatnya baru dirasakan si penderita setelah waktu yang lama. Bahaya kronis umumnya tidak dapat sembuh, misalnya: penyakit kanker yang disebabkan oleh bahan tambahan pangan atau bahan kimia.
Banyak bahaya yang mudah dikenal seperti misalnya: bahaya mikrobiologi, bahan kimia, listrik, api, tekanan udara, air yang tumpah, suara, dan putaran mesin.  Beberapa akibat yang dapat timbul pada tubuh kita dari polutan yang “tidak jelas” di tempat kerja, antara lain polutan atmosfer, karat dan bahan kimia beracun, suara yang terlalu keras, radiasi, getaran, lingkungan yang panas atau dingin.
Pada tahun 2002, menteri tenaga kerja, dan transmigrasi, menyatakan keprihatinannya terhadap keselamatan kerja, dengan menyebutkan bahwa, kecelakaan kerja menyebabkan hilangnya 71 juta jam orang kerja (71 juta jam kerja yang seharusnya dapat secara produktif digunakan untuk bekerja, apabila pekerja-pekerja yang bersangkutan tidak mengalami kecelakaan), dan kerugian laba sebesar 340 milyar rupiah.. Kemudian pada tahun 2008, Menteri tenaga kerja, dan transmigrasi, mengatakan, kecelakaan tenaga kerja di Indonesia menduduki pada urutan ke 52 dari 53 negara didunia, jumlah kecelakan kerja, dan penyakit, akibat kerja sebanyak 65474 kecelakaan. Dari kecelakaan tersebut, mengakibatkan meninggal 1451 orang (pekerja), cacat tetap 5326, dan sembuh tanpa cacat 58679, dalam kesempatan tersebut, MENAKERTRANS juga menyampaikan bahwa, tinggkat pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenaga kerjaan, pada tahun 2007 sebanyak 21386 pelanggaran.
Seorang ahli keselamatan kerja, yang bernama Heinrich pada tahun 1931 mengembangkan teori terjadinya kecelakan kerja, yang dikenal dengan teori domino. Berdasarkan teori tersebut, suatu kecelakaan, terjadi dapat diakibatkan oleh lima faktor yang berdampak secara berurutan seperti, lima batu domino yang dideret berdiri sejajar, apabila batu yang didepannya jatuh, akan mengakibatkan jatuhnya batu-batu yang ada dibelakangnya secara berantai. Kelima faktor itu adalah kebiasaan, kesalahan seseorang, perbuatan, kondisi tidak aman, dan kecelakaan. Menurut teori domino ini, apabila rantai penyebab tersebut diputus atau salah satu batu domino tersebut dihilangkan maka kecelakaan dapat dihilangkan.
Kecelakaan dapat terjadi karena kelalaian atau kecerobohan kerja,ini dapat membuat pekerja tersebut cedera,dan bahkan bagi orang-orang yang ada didisekitarnya. Penggunaan bahan kimia berbahaya seperti bahan mudah terbakar, eksplosif, reaktif, korosif dan toksik serta penggunaan teknik percobaan dengan suhu atau tekanan tinggi juga merupakan penyebab keadaan yang tidak aman. Dibawahini adalah identifikasi dari beberapa penyebab kecelakaan yang sering terjadi ditempat kerja:
1)     Kekurangan dalam Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri merupakan alat yang digunakan pekerja untuk melindungi diri dari adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. Pekerja yang tidak menggunakannya secara lengkap dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
a)   Tidak memakai pakaian kerja (jas laboratorium atau apron) dan tidak memakai sepatu sehingga tumpahan bahan cair atau panas akan menyebabkan cedera kulit.
b)   Tidak memakai kaca mata atau goggles, sehingga semprotan bahan kimia atau pecahan kaca dapat melukai mata.
c)   Tidak memakai pelindung muka (face shield) dalam menangani reaktor yang eksplosif, sehingga dapat mencederai muka atau mata.
d)   Tidak memakai sarung tangan yang tepat untuk menangani bahan yang panas atau toksik dan korosif.
e)   Tidak menggunakan respirator yang tepat untuk menangani cemaran atau kontaminasi udara oleh debu, gas beracun atau toksik. Atau memakai respirator debu (kain kasa) dalam kondisi udara tercemar dengan gas atau uap beracun atau korosif.

2)     Kekurangan dalam Ventilasi
a)   Pompa hisap udara atau ekshauster pada ruangan-ruangan tertentu tidak berfungsi dengan baik atau terjadi kerusakan motor penghisap udara karena korosif.
b)  Terjadi kebocoran pipa pembuangan gas atau pipa yang tidak sampai atas gedung,sehingga cemaran kembali dalam ruangan.
c)   Sirkulasi dalam ruang produksi dan ruang penyimpanan tidak berjalan dengan baik.
d)  Tidak dilakukan pengukuran tingkat kontaminasi dalam area kerja.

3)     Masalah Kebersihan
a)    Pekerja merokok, makan dan minum di ruang produksi atau di sembarang tempat
b)   Kurangnya tempat sampah tertutup di ruangan tertentu atau pekerja membuang sampah sembarangan
c)    Tempat istirahat, merokok, makan dan minum dalam area produksi dan laboratorium, dapat menimbulkan bahaya kebakaran atau kesehatan.
d)   Makanan dan minuman disimpan bersamaan dalam almari pendingin dengan bahan-bahan kimia.

e)    Menggunakan alat-alat laboratorium seperti erlenmeyer atau beaker glass untuk memasak air atau makanan.
f)     Pekerja tidak cepat mencuci tangan atau muka setelah dari toilet atau dari luar area produksi.
g)   Pekerja tidak membiasakan membersihkan meja atau lantai atau pakaian bila terkena tumpahan bahan

4)     Bahaya Listrik
a)    Beban listrik terlalu besar untuk satu"stopcontact" sehingga dapat menimbulkan pemanasan yang dapat membakar kulit kabel.
b)   Sistim kabel listrik yang tidak memenuhi persyaratan standar
c)    "Grounding" yang tidak sempurna sehingga meninggalkan listrik dalam peralatan yang masih cukup berbahaya.
d)   Kesalahan menyambungkan peralatan pada sumber listrik yang jauh lebih tinggi dari voltase yang seharusnya.
e)    Adanya tikus-tikus yang mengerat kabel sehingga dapat menimbulkan hubungan pendek atau kebakaran.

5)     Kurangnya Pengetahuan Tentang Bahan Berbahaya
a)    Menggunakan bahan berbahaya seperti pengawet dan pewarna yang dilarang untuk makanan dalam proses pengolahan.
b)   BTP, bahan-bahan kebersihan tidak disimpan dalam tempat khusus.
c)    Wadah atau tempat BTP tidak diberi label yang jelas.
d)   Membiarkan kontak antara bahan korosif atau beracun dengan kulit, dan bahan tersebut masuk kedalam tubuh lewat kulit.
e)    Membuka wadah bahan kimia tidak sesuai prosedur.
6)     Masalah penggudangan bahan baku dan bahan pendukung
a)    Bahan bahan baku dan bahan pendukung disimpan bertumpuk-tumpuk tanpa memperhatikan sifat inkompatibilitas.
b)   Penyimpanan bahan-bahan mudah terbakar dalam wadah yang tidak sesuai,tidak aman dan mengalami kebocoran atau korosi
c)    Membiarkan orang merokok, makan dan minum didalam gudang.
d)   Botol-botol atau wadah bahan tanpa label yang jelas atau labelnya hilang.
e)    Wadah bahan kimia korosif yang mengalami korosi dan kebocoran tanpa terawasi dengan baik
f)     Pintu keluar (exitdoor) terkunci dan gang-gang tertutup oleh bahan.
g)   Udara dalam gudang terlalu lembab karena ventilasi tidak memadai.
h)   Wadah bahan reaktif terbuka dan berinteraksi dengan air atau uap air.

7)     Informasi dan Komunikasi
a)    Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet = MSDS) tidak tersedia atau tidak dibaca sebelum menangani bahan.
b)   Kesalahan membaca prosedur/langkah kerja terutama pada pengoperasiaan alat-alat produksi yang mempunyai potensi bahaya.
c)    Bekerja sendiri dalam area produksi atau laboratorium sehingga sulit mencari pertolongan bila terjadi kecelakaan.
d)   Pekerja tidak memperoleh informasi yang cukup tentang prosedur pengoperasian alat atau prosedur proses dari supervisor.
8)        Prosedur dan Peralatan Keadaan Darurat
a)      Alat pemadam api tidaktersedia atau tidakdicek sehingga ketika terjadikebakaran tidak berfungsi denganbaik.
b)     Pekerja tidakdilatihdalam penggunaan alatpemadam api ringan.
c)      Pintu penyelamat tidak tersedia atau tertutup sehingga pekerja tidak dapat menyelamatkan diri ketikaterjadikebakaran, ledakanatau kebocoran gasberacun.
d)     Shower penyelamat (safety shower) atau pancuran pencuci mata (eyewash-fountain)tidak tersedia ataubila tersediatidakditest kelayakannyasecaraperiodik.
e)      Prosedur keadaan darurat tidak didokumentasikan dantidak pula dilakukanlatihankeadaandarurattermasukcaraevakuasi.
f)       Pekerja tidak atau belum diajarkan cara-cara pertolongan pertama padakecelakaan(P3K).
g)     Tidak adakoordinator ataupenanggung jawab bilaterjadi keadaan darurat.
9)        TanggungJawabPekerjayangRendah
a)      Sukameremehkanbahayakarenabelumpernahterjadikecelakaan.
b)     Bekerjadengantergesa-gesa atautidakmengikuti prosedur operasi standar.
c)      Pekerja kurang hati-hati dalam bekerja atau mereka bekerja sembarangan(Horseplay).
d)     Kurang jeli dalam mengidentifikasi bahaya dan mengendalikan bahayauntukmencegahkecelakaan.
10)        TanggungJawabManajemenyangRendah
a)    Kebersihan buruk, tumpahan bahan tidak segera ditangani dengan baik.
b)   Analisa kecelakaan dilakukan sebagai formalitas, tetapi tidak digunakanuntukmencegahkecelakaanyangakandatang.
c)    Inspeksi danaudit keselamatan lebihbersifat formal, kurang follow upyangkonstruktif.
d)   KebijaksanaanK-3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)hanyadalamkertastetapi kurang operasional.
e)    TidakadamanualK-3,higiene,rencanaK-3dsb,ataudokumentasi.
f)     Manajemenkurangmenunjukkan interestpadaK-3,ditandaidengan kurangnyatrainingpadapegawai,sertatiadanyaposter-posterK-3

Tubuh mempunyai mekanisme pertahanan diri seperti bulu hidung dan membran mukosa (selaput lendir) yang dapat menyaring partikel-partikel debu di udara. Pertikel kecil yang dapat lolos dari mekanisme pertahanan itu dapat menembus paru-paru dan menyebabkan penyakit paru-paru. Debu apa saja mempunyai potensi menciptakan penyakit paru-paru. Beberapa kasus khusus dalam lingkungan tempat kerja misalnya debu abses dan debu fibreglass dapat menyebabkan sakit paru-paru. Seperti halnya dengan semua bahaya yang terpenting adalah pengendalian dan pencegahan bahaya tersebut.
a.    Bahaya Mikrobiologi
Mikroorganisme dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor terbesar penyebab kerusakan bahan pangan. Apabila mikroorganisme populasinya meningkat, dapat menimbulkan berbagai masalah yang menyangkut keamanan pangan diantaranya adalah: dapat menurunkan taraf mutu bahan makanan, dapat mengakibatkan kerusakan pangan, merupakan sarana penularan beberapa penyakit perut menular dan keracunan makanan yang tidak jarang menimbulkan kematian Berbagai faktor yang menentukan keberadaan mikroorganisme dalam bahan pangan adalah faktor intrinsik, pengolahan, ekstrinsik, implisit dan faktor makanan. Ada enam cara terpenting dalam pengendalian pertumbuhan mikroorganisme ini, yaitu: mengurangi kadar air, pengubahan suhu (penurunan atau peningkatan suhu), penghilangan oksigen, pengaturan pH, irradiasi. dan penggunaan bahan kimia.
Kasus-kasus keracunan yang disebabkan oleh mengkonsumsi bahan pangan yang tercemar mikroorganisme atau bahaya mikrobiologi masih sering kita temui di media-media masa. Mikroorganisme yang berperan dalam kasus keracuna antara lain Salmonella, Campylobacter jejuni, E. coli dan parasit, seperti crystoporodium dan crystospora. Kasus keracunan pangan ini akan membawa dampak pada kesehatan masyarakat, yang berlanjut pada dampak perekonomian Negara karena tanggungan biaya yang harus dikeluarkan karena suatu kejadian tersebut. Peningkatan kasus keracunan karena bahaya mikrobiologi disebabkan oleh banyak faktor. Profil demografi berubah dengan meningkatnya populasi yang rentan terhadap bahaya mikrobiologi. Perubahan pada praktik-praktikpertanian, lebih meluasnya sistem distribusi pangan dan meningkatnya kesukaan dan konsumsi daging di negara berkembang memiliki potensi terhadap peningkatan kasus keracunan makanan. Perubahan pola makan, misalnya lebih disukainya pangan-pangan yang diolah secara minimal, meningkatnya waktu antara pengolahan dan konsumsi serta meningkatnya kebiasaan makan di luar, berkontribusi terhadap meningkatnya kasus keracunan makanan karena bahaya mikrobiologi. Adanya patogen-patogen baru atau patogen yang muncul kembali setelah sekian lama tidak menyebabkan sakit juga meningkatkan terjadinya kasus keracunan makanan. Sebagai contoh, kasus antraks yang muncul kembali sejak beberapa tahun yang lalu. Berbagai kasus keracunan antraks diberitakan di berbagai media massa terkait dengan konsumsi daging ternak yang terinfeksi Bacillus anthraxis. Bakteri patogen tersebut diantaranya adalah Campylobacter jejuni, Campylobacter fetus ssp. Fetus,Cryptosporidium parvum, Cyclospora cayetanensis, Escherichia coli O157:H7, Listeria monocytogenes, Norwalk-like viruses, Nitzschia pungens (amnesic shellfish poisoning), Vibrio vulnificus, Vibrio parahaemolyticus, dan Yersinia enterocolitica. Kebanyakan patogen tersebut bersifat zoonosis, yaitu berasal dari hewan atau produk-produk hewan. Seringkali patogen tersebut juga tidak menyebabkan sakit pada hewan.
The U.S. Public Health Service menggolongkan makanan basah, berprotein tinggi, dan/atau makanan asam rendah sebagai makanan yang berpotensi menyebabkan bahaya mikrobiologi. Pangan berprotein tinggi terdiri dari susu dan produk susu, telur, daging, daging unggas, ikan, kerang, kepiting dan crustacean lainnya. Kentang panggang dan rebus, tahu dan pangan dari protein kedelai lainnya atau dari tanaman berprotein lainnya yang telah mengalami pemanasan, kecambah mentah juga berpotensi menyebabkan keracunan mikrobiologi.Pangan kelompok ini dapat mendukung pertumbuhan mikroba dengan baik. Pada Tabel 2.1 disajikan pengelompokan pangan berdasarkan kategori risiko terhadap bahaya mikrobiologi.



Tabel 2.1. Daftar Kategori Risiko Produk Pangan Berdasarkan Bahaya Mikrobiologi

Produk-produk Kategori I (Risiko Tinggi)
I
Produk-produk yang mengandung ikan, telur, sayur, serealia dan/atau berkomposisi susu yang perlu direfrigerasi
II
Daging segar, ikan mentah dan produk-produk olahan susu
III
Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau lebih yang disteriliasi dalam wadah yang ditutup secara hermitis
Produk-produk Kategori II (Risiko Sedang)
I
Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, dagin, telur, sayuran atau serealia yang berkomposisi/penggantinya dan produk lain yang tidak termasuk dalam regulasi hygiene angan
II
Sandwich dan kue pie daging untuk konsumsi segar
III
Produk-produk berbasis lemak, misalnya cokelat, margarin, spreads, mayonais dan dressing
Produk-produk Kategori II (Risiko Sedang)
I
Produk asam (nilai pH <4,6) seperti acar, buah-buahan, konsentrat buah, sari buah dan minuman asam
II
Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas
III
Selai, marmalade dan conserves
IV
Produk-produk konfeksionan berbasis gula
V
Minyak dan lemak makan


Beberapa peluang kontaminasi oleh bahaya mikrobiologi ini dapat dihindari dengan memberikan pendidikan kepada para pekerja yang terlibat langsung dan penerapan praktik sanitasi yang baik. Namun, beberapa peluang kontaminasi sulit untuk dihindari, misalnya kontaminasi oleh Listeria monocyotgenes setelah proses pengolahan. Hal-hal yang memperbesar peluang kontaminasi antara lain adalah, persiapan dan penanganan dengan suhu penyimpanan yang tidak benar, diikuti dengan buruknya sanitasi, pemasakan yang kurang memadai, terkontaminasinya peralatan, pangan berasal dari sumber yang tidak aman.
Hiegiene pekerja sangat penting dalam sanitasi industri pangan dan merupakan penyebab yang dominan terhadap terjadinya kontaminasi. Industri pangan, baik industri besar maupun kecil harus berupaya memotivasi pekerja untuk dapat melakukan praktik sanitasi yang baik. Pemberian pelatihan merupakan upaya yang baik, namun pelatihan saja tidak cukup untuk menjamin kepatuhan pekerja. Perlu dilakukan upaya-upaya lain yang lebih bersifat persuasif dan supervisi sehingga pekerja dapat melakukan praktik sanitasi yang baik dengan penuh kesadaran. Kurang baiknya praktik sanitasi juga dapat disebabkan karena pemakaian senyawa pembersih dan sanitaiser tidak dilakukan dengan tepat baik jenis maupun dosis penggunaanya. Efektivitas sanitaiser tergantung pada jenis mikroba, pH, terdapatnya biofilm, suhu, konstraksi dan waktu kontak.

Beberapa kasus ketidakefektifan praktiksanitasi diakibatkan oleh kurang bersihnya peralatan sebelum disanitasi. Desain peralatan mempengaruhi efektivitas sanitasi dan kontaminasi. Material yang digunakan untuk peralatan harus mudah dibersihkan. Demikian juga setiap bagian peralatan harus mudah dibersihkan. Pemeliharaan peralatan juga merupakan kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka penerapan praktik sanitasi yang baik. Kurang efektifnya sanitasi terhadap peralatan dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi terhadap bahan pangan yang telah diolah. Bahan pangan itu sendiri dapat berkontribusi terhadap keamanan pangan. Sebagai contoh, buah-buahan dapat terkontaminasi akibat kontak langsung maupun tidak langsung dengan kotoran hewan. Pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya dengan menerapkan praktik yang baik pada saat pemanenan dan penanganan, misalnya tidak menjatuhkan buah-buahan, membuang bagian yang rusak, mencuci buah-buahan sebelum diproses, menggunakan wadah yang bersih.


Gambar 2.1. Bahaya Mikrobiologis E. coli dan Salmonella
(sumber: https://www.google.co.id/search)

b.      Bahaya Kimia

Bahan kimia merupakan salah satu sumber keracunan pangan, walaupun banyak bahan kimia yang pengaruhnya tidak dirasakan secara langsung namun berdampak pada waktu yang akan datang. Beberapa kontaminan kimia dalam pangan juga dapat berupa (1) toksin yang secara alami berada pada bahan pangan seperti toksin pada ikan dan mikotoksin, (2) kontaminan dari lingkungan,seperti merkuri, Pb, dan (3) senyawa kimia yang secara alami berada pada tanaman misalnya glikoalkaloid pada kentang, (4) akibat adanya korosi pada peralatan, (5) dari bahan-bahan pembersih dan sanitaiser akibat tidak dilakukan pembilasan dengan baik, (6) Bahan tambahan pangan yang digunakan untuk memperbaiki mutu pangan, serta (7) pestisida dan hormon serta obat-obatan lainnya yang digunakan dalam pertanian.
Keracunan karena logam dapat terjadi apabila logam berat dari peralatan mengontaminasi pangan. Oleh karena itu, pengolahan pangan yang berasam tinggi harus menggunakan peralatan yang tahan asam dan tidak korosif. Bahaya kimia juga dapat muncul dari bahan-bahan pembersih dan sanitiser akibat tidak dilakukan pembilasan dengan baik. Oleh karena itu, cara pembersihan dan sanitasi yang baik perlu dilakukan pada industri pangan. Pemberian pelatihan kepada personalia yang bertanggung jawab terhadap sanitasi peralatan akan mengurangi adanya risiko bahaya kimia akibat residu sanitiser.
Bahan tambahan pangan yang digunakan untuk memperbaiki mutu pangan juga potensial sebagai bahaya kimia dalam pangan. Saat ini banyak sekali makanan dan minuman yang dijual di pasaran dalam berbagai bentuk dan kemasan, yang umumnya ditambahkan bahan tambahan pangan atau food additive pada pengolahannya. Bahan-bahan tersebut digunakan untuk memperbaiki karakteristik dari suatu produk. Oleh karena fungsinya hanya sebagai tambahan, maka tentunya dalam penggunaannya ada batas ukurannya atau disebut batas ambang yang ditentukan oleh DepKes yang harus ditaati oleh produsen makanan dan minuman dalam kemasan, jika tidak akan membahayakan kesehatan kita. Demikian juga pestisida dan hormon serta obat-obatan lainnya yang digunakan dalam pertanian untuk meningkatkan mutu pangan dapat menyebabkan bahaya kimia pada pangan. Untuk pangan olahan, masalah yang timbul adalah penggunaan bahan tambahan pangan. Sebagai contoh, pewarna yang tidak diperkenankan,seperti methanil yellow dan rhodamine B telah dilaporkan digunakan sebagai pewarna sirup dan makanan jajanan untuk anak sekolah. Beberapa Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan telah dilaporkan penggunaannya melebihi takaran yang diperkenankan. Bahaya kimia juga muncul akibat penggunaan bahan-bahan yang dilarang dipakai untuk pangan. Kasus penggunaan formalin pada produk,seperti mi, tahu,dan ikan asin seperti yang diberitakan pada waktu yang lalu merupakan permasalahan tersendiri di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Untuk meningkatkan mutu pangan dan keawetan pangan, sering kali dalam proses pengolahan pangan ditambahkan Bahan Tambahan Pangan (BTP).Walaupun bahan tambahan tersebut diperkenankan digunakan dalam pangan, sering kali takaran pemakaian tidak sesuai dengan yang diperkenankan. Penambahan bahan tambahan pangan yang berlebihan juga dapat menimbulkan bahaya keamanan pangan.
Beberapa bahan kimia seperti pengawet, bahan suplementasi nutrisi, pewarna, dan penguat rasa secara sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk meningkatkan mutu produk. Namun, penambahan bahan tambahan pangan secara berlebih dapat menimbulkan bahaya kimia. Sebagai contoh, penambahan nitrit yang berlebih ke dalam daging yang di-curing (daging diberi garam nitrat/nitrit supaya berwarna merah) dapat menyebabkan keracunan pada orang yang mengonsumsinya. Walaupun garam nitrat/nitrit dapat berfungsi sebagai antimikroorganisme untuk menghambat pertumbuhan Clostridium botulinum, namun penggunaannya harus mengikuti takaran yang diperkenankan. Pendidikan terhadap produsen maupun konsumen mengenai pemakaian bahan tambahan pangan, termasuk bahan-bahan yang diperkenankan berada dalam pangan serta tingkat penggunaannya perlu dilakukan.Pemakaian pestisida yang berlebihan atau tidak mengikuti aturan praktik bertani yang baik dapat menyebabkan residu dalam bahan pangan dengan jumlah melebihi batas yang diperkenankan.
Bahaya kimia dapat secara alami berada dalam bahan pangan, misalnya mikotoksin pada serealia dan toksin pada ikan dan kerang-kerangan. Kapang penghasil mikotoksin atau mikotoksinnya sendiri terutama terdapat pada bahan pangan asal tanaman walaupun mikotoksin juga dapat berada pada susu dan daging akibat ternak tersebut diberi pakan yang mengandung mikotoksin. Mikotoksin diproduksi oleh kapang yang mengontaminasi bahan pangan mulai dari kebun. Kerusakan bahan pangan karena serangga dapat menyebabkan kapang menginfeksi dan tumbuh pada bahan pangan. Penundaan pemanenan juga dapat menyebabkan bahan pangan menjadi lebih rentan terhadap infeksi kapang penghasil mikotoksin. Produksi mikotoksin terutama terjadi apabila kondisi bahan pangan memiliki kadar air cukup tinggi dengan suhu hangat seperti di negara tropis. Kekeringan atau kemarau di negara-negara temperate dapat mendukung produksi mikotoksin. Pengolahan dengan pemanasan pada umumnya tidak dapat mengurangi jumlah mikotoksin, misalnya aflatoksin, yang terdapat pada bahan pangan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko adanya produksi mikotoksin pada bahan pangan adalah dengan melakukan manajemen pemberantasan hama, pemanenan pada waktu yang tepat, melakukan pembuangan bahan pangan yang telah terinfeksi, dan tidak menumpuk bahan pangan setelah dipanen di atas tanah. Produksi mikotoksin juga dapat terjadi selama penyimpanan. Untuk menghindari pertumbuhan kapang dan produksi mikotoksin maka produk kacang-kacangan dan serealia harus dikeringkan dengan segera sampai kadar air di bawah 10%. Mikotoksin juga bisa terdapat pada buah-buahan, misalnya patulin pada apel. Untuk menghindari terdapatnya patulin pada produk apel maka produksi jus apel sebagai contoh dilakukan dengan menggunakan apel yang baru dipetik, apel yang telah dibersihkan atau apel yang disimpan dengan pengawet, seperti sulphur dioksida atau diiradiasi.



Gambar 2.2.  Bahaya kimia soda api dan asam sulfat

c.        Bahaya Suara
Ada tiga bahaya yang mungkin terjadi jika kita mendengar suara kebisingan yang terlalu keras.
1)   Suara itu mengganggu komunikasi bicara dan tidak dapat mendengar tanda bahaya, dan karenanya bisa menyebabkan kecelakaan.
2)   Suara itu menurunkan semangat, efisiensi, dan kepedulian umum dari para pekerja, dan hal ini mungkin menyebabkan kecelakaan dan meningkatkan tingkat stress.
3)   Suara yang tinggi berakibat langsung pada pekerja dengan pendengaran yang tidak seimbang dan dapat mengakibatkan tuna rungu dalam kasus yang serius.
Beberapa contoh khusus dari tingkat suara (kebisingan) dan akibatnya yang terlihat dalam tabel berikut ini :



Tabel 2.2. Beberapa contoh khusus dari tingkat suara (kebisingan) dan
akibatnya

Sumber Suara
Tingkat
Akibat yang ditimbulkan
Percakapan pada umumnya
Rata-rata mobil jarak 10 m
Pabrik pada umumnya
60-65 dB(A)
70-75 dB(A)
Dapat menggangu percakapan dan tidak nyaman 80 dB(A)
Gerinda sudut
Truk besar
Gergaji bulat
Gergaji rantai
  90 dB(A)
  90 dB(A)
100 dB(A)
110 dB(A)

Dapat menyebabkan sakit
Pres hidrolik Rivet
Hammer (Amer keeling)
Mesin jet
120 dB(A)
130 dB(A)
140 dB(A)

Sangat menyakitkan

Suara yang sama dapat mengakibatkan kerusakan pendengaran yang diderita berbeda bagi pendengar yang berbeda. Orang-orang tertentu lebih sensitif dari yang lain, jadi tidak ada tingkat yang lebih tepat untuk menentukan kapan suara (kebisingan) jadi masalah.
Kehilangan pendengaran biasanya dikaitkan dengan jumlah rata-rata suara yang diterima oleh seseorang yang melakukan pekerjaan pada hari itu. Itulah sebabnya maka seseorang akan mempunyai resiko lebih besar untuk kehilangan pendengarannya dengan tingkat suara yang lebih rendah selama ia bekerja (sepanjang hari) dari pada seorang yang mendengar suara dengan tingkat lebih tinggi tetapi hanya sebentar.Di bawah ini adalah contoh rekomendasi tingkat suara maksimum tanpa pengaman telinga

Tabel 2.3. Rekomendasi tingkat suara maksimum tanpa pengaman telinga

Jam per hari
Tingkat suara maksimum dalam dB(A)
8
4
2
1
0,50
0,25
 90
 93
 96
99
102
105

Seperti halnya untuk semua macam bahaya, pemecahan masalah yang dipilih untuk urusan polusi suara terletak pada menghilangkan atau mengendalikan bahaya pada sumbernya. Hal ini dapat dicapai dengan :
1)     Ahli pengendali suara yang handal harus dapat mengembangkan metode pengendalian.
2)     Hilangkan atau pindahkan mesin pembangkit/sumber suara itu ke luar.
3)     Mesin atau pekerjaan yang menghasilkan kebisingan dimasukkan ke dalam ruangan yang kedap suara.
4)     Peredam yang dipasangkan pada mesin pneumatik.
5)     Perawatan peralatan yang tepat dan teratur.
6)     Penggantian peralatan yang bising dengan yang kurang bising

d.    Bahaya Radiasi

Selama hidup di dunia ini manusia tidak lepas dari bahaya radiasi radio-aktif. Ada radiasi di dalam udara yang kita hirup, ada radiasi dalam makanan yang kita makan, dan ada radiasi dalam air yang kita minum. Hal tersebut dikarenakan telah dikembangkan dan digunakan bahan-bahan radio-aktif dengan kekuatan yang besar.
Radiasi Terionisasi dihasilkan oleh peralatan Sinar-X atau Sinar Gamma yang dikeluarkan oleh bahan radio-aktif. Bahan radio-aktif digunakan dalam peralatan teknik dalam pengujian metal yang tidak merusak, misalnya: menguji ketebalan metal, dan kesempurnaan hasil pengelasan. Untuk melindungi para pekerja, waktu kerja harus dibatasi lamanya.
Gelombang radiasi elektro-magnetik dapat dikelompokkan, sebagai berikut :
                                     1.       Gelombang frekuensi rendah: trasformator, pemanas hasil induksi, radio, televisi, dan radar. Jika berada dekat pemancar berkekuatan tinggi, seseorang dapat terkena induksi berupa percikan dengan kemungkinan terjadinya ledakan.
                                        2.    Microwaves, digunakan untuk memasak, fisio-terapi, dan pengujian yang tak merusakkan. Microwaves dapat menyebabkan rasa sakit dan kerusakan kulit terbatas. Microwaves juga dapat menguapkan & menyebabkan bahan terbakar.

Radiasi infra-merah dihasilkan oleh benda-benda panas dan yang digunakan untuk pembakaran. Bahaya yang utama terletak pada kerusakan di belakang permukaan lensa mata karena terkena cukup lama. Pengelasan dan pemotongan dengan gas melepaskan radiasi infra-merah. Radiasi yang terlihat tidak merupakan masalah yang serius, tetapi perlindungan terhadap sinar yang terang sekali harus dilakukan.
Radiasi ultra-violet : las listrik, lampu UV, dan sinar matahari langsung adalah sumber kerusakan umum oleh radiasi UV. Kulit dan mata dapat terdampak radiasi tersebut. Sinar laser dipakai pada mesin potong metal, pengelasan plastik dan pengukuran peralatan. Laser berkekuatan tinggi dapat menyebabkan cacat permanen. Perlindungan terhadap bahaya radiasi ini biasanya dilakukan dengan perisai pencegah, pakaian pencegah, macam-macam kacamata, “topeng” krim kulit, dan pengendalian atau pembatasan penggunaan
e.       Bahaya karena getaran
Getaran dapat ditimbulkan oleh mesin yang sedang digunakan. Hal ini dapat mempengaruhi keamanan pekerja dan mesin itu sendiri. Getaran dalam waktu lama dapat menyebabkan komponen-komponen mesin menjadi tidak berfungsi. Dengan getaran, bagian yang terpisah pada mesin, meja kerja, dan rak dapat terjatuh dan mengakibatkan kecelakaan. Getaran juga dapat menyebabkan pengencang (mur, baut, dll) terlepas yang kemudian mengakibatkan kerusakan pada mesin atau melukai operatornya.
Getaran yang dialami para pekerja umumnya digolongkan dalam getaran tubuh secara keseluruhan dan getaran tangan atau lengan. Getaran seluruh tubuh terjadi jika bekerja para pekerja duduk, berdiri, atau berbaring pada suatu struktur (bias mesin, bias alat yang berjalan) yang bergetar. Getaran yang sangat dapat menyebabkan pusing, mau muntah, punggung sakit, dan gangguan mental.
Getaran pada tangan dan lengan dihasilkan oleh pemakai terus-menerus dari alat-alat tangan dengan gerak maju-mundur dan gerak lingkaran, seperti gergaji, alat pelubang, mesin penghalus, gerinda, dll. Getaran semacam itu dapat menghasilkan beberapa macam kekacauan pekerjaan. Strategi pengendalian getaran di tempat kerja akan diarahkan pada menghilangkan atau mengurangi sumber getaran.
1)   Mengganti mesin yang banyak getaran dengan yang sedikit getarannya.
2)   Memperbaiki pir kendaraan dan tempat duduk untuk mengurangi getaran.
3)   Mengurangi getaran mesin dengan menggunakan alas karet.
4)   Memperhatikan betul perawatan dan reparasi yang tepat pada mesin.
5)   Kenakan giliran kerja dan waktu istirahat yang diatur baik.
Gambar 2.3.  Mesin pemadat jalan dengan getaran tinggi

f.   Gerakan Tangan/Tubuh Berulang yang Membuat Stres
Overuse injuries (rasa sakit karena terlalu lama menggunakan alat) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan adanya ketidaknyamanan atau rasa sakit yang terus menerus pada otot-otot dan lapisan halus lainnya. Di Australia istilah di atas lebih dikenal dengan “Repetetitive Strain Injuries” (rasa sakit karena kelelahan yang disebabkan gerakan yang sama dan berulang-ulang). Namun demikian, rasa sakit seperti disebutkan di atas telah dikenal sejak orang membuat alat-alat. Istilah yang digunakan adalah “housemaid’s knee”, “tennis elbow”, “writer’s cramp”.
Overuse injuries disebabkan karena gerakan berulang-ulang yang sama. Stress mungkin juga salah satu penyebab “overuse injuries”. ”Overuse injuries” dapat menyebabkan orang tidak mungkin mengerjakan tugas yang sangat mudah seperti mengancing baju. Penangkalan “overuse injuries” haruslah melalui pergantian tugas yang menggunakan gerakan berulang yang sedang dikerjakan itu. Pengaturan postur tubuh yang lebih baik, mengurangi beban, dan modifikasi lainnya yang mengurangi kelelahan otot akan membantu pekerja.
Tabel 2.4. Gejala yang timbul karena Gerakan Tangan/Tubuh Berulang


Gejala

Lamanya waktu
Prognosis
(Perkiraan akibatnya)
Tingkat 1
Rasa sakit yang tak menentu dan lelah terjadi selama bekerja, tetapi hilang setelah istirahat, sehari sesudahnya, dan setelah akhir minggu.
Beberapa minggu sementara pengerjaan tugas dengan gerakan berulang berlanjut.
Pengurangan minimal dalam kapasitas pekerjaan atau perlu diganti jika gejala tingkat 1 ini ditemukan.
Tingkat 2
Rasa sakit dan lelah itu terjadi tidak lama setelah orang mulai bekerja dan hal itu terus dirasakan setelah selesai bekerja
Sampai dengan beberapa minggu setelah berhebti mengerjakan pekerjaan dengan gerakan berulang.
Perlu ditangani segera sebab akan berkembang dengan mudah ke tingkat 3 jika tidak di tangani.

Gejala
Lamanya waktu
Prognosis
(Perkiraan akibatnya)
Tingkat 3
Rasa sakit dan lelahnya tetap, dan lemah ketika istirahat, dan rasa sakit meskipun tidak melakukan gerakan berulang.
Berbulan-bulan sampai bertahun-tahun meski-pun sudah tidak mela-kukan.
Payah, kronis, dan kondisi yang mungkin sudah menetap peker-jaan itu.

g.         Lingkungan yang Panas dan Dingin
Keadaan terlampau dingin dapat mengakibatkan kegelisahan dan penurunan tingkat perhatian dimana efek mental ini mengganggu ketelitian bekerja. Kerja yang lebih berat sangat diperlukan pada situasi yang dingin, tetapi peluh yang keluar akan menambah masalah dan pakaian pelindung diri yang sesuai adalah penyelesaian yang baik. Efek dari tekanan perubahan suhu akan berbeda tiap-tiap orang. Usia-pekerja yang lebih tua peka menderita perubahan suhu yang hebat/drastis. Jenis kelamin-wanita umumnya memiliki lebih banyak kesulitan saat menyesuaikan pada suhu yang tinggi.
Kondisi fisik-pekerja/tukang umumnya dapat menahan lebih banyak stress. Pada banyak industri, selalu dibutuhkan untuk menempatkan pekerja dan menjadi sasaran untuk tempat dengan perubahan suhu yang hebat antara dingin dan panas. Pada beberapa kasus, alat pelindung dapat menguntungkan dengan pakaian dan sepatu yang sesuai, seperti pada gangguan suara dan getaran, pengurangan seawall mungkin akan memberikan keuntungan. Ketika bekerjapada keadaan yang panas ada tiga hal yang penting untuk dikendalikan, untuk meyakinkan kesehatan anda tetap baik yaitu secara teratur minum air, aliran udara yang baik dan tempat dingin untuk istirahat sementara.

h.         Polusi dari Industri
Pada umumnya ada tiga bentuk polusi yang mempengaruhi pekerja pada tempat kerja di industri, yaitu:  Polusi dari debu, polusi dari bahan kimia, dan polusi kebisingan. Pada bagian berikut dijelaskan masing-masing polusi dan pencegahannya.
Debu dapat ditimbulkan dari proses kerja seperti debu dari serat bahan gelas atau debu dapat masuk ketempat kerja karena di kirim yaitu melalui kantong tepung kimia. Debu partikel padat terbawa oleh udara. Aerosol dapat  berupa cairan, gas atau partikel padat yang sangat halus disebarkan oleh udara. Aerosol mungkin datang dari semprotan cairan (cat aerosol), kandungan yang terbakar (peranan bahan bakar) atau asap, dimana tersebarnya partikel jelaga di udara. Debu dapat menjadi berbahaya karena debu dan serat dapat terhisap kedalam paru-paru, beberapa debu mineral dapat menggores paru-paru dan menyebabkan penyakit, timbul alergi dan kesulitan bernafas dapat terjadi.
Bahaya yang bersumber dari debu dapat dicegah dan dikontrol dengan beberapa cara ntara lain dengan pemasangan alat pembuangan gas (exhaust) dan ventilasi pembuangan dapat membuang debu dan serat partikel. Area kerja seharusnya terjaga kebersihannya untuk menghindari debu dan serat yang terbentuk. Pembuangan serat seharusnya ditempatkan dalam kontainer yang bersegel.  Penggunaan penutup hidung atau masker oleh pekerja yang kontak langsung dengan bahaya serat dan debu hingga tempat kerja dapat dibuat lebih aman.
Polusi industri juga bisa brupa polusi bahan kimia, tumpahan atau bocoran sisa pembuangan, serta kebisingan seperti sudah dibahas sebelumnya.

                     2.       Peraturan Perundangan K3
Untuk mengikuti praktek-praktek kerja yang aman pemerinth telah mengatur dengan undang-undang dan peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja, praktek-praktek kerja yang aman serta tata laksana industri. undang-undang dan peraturan tersebut antara lain:
a.    Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
UU No 1 tahun 1970 pada pasal 2 menyatakan tentang ruang lingkup diatur oleh undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Berdasarkan pasal 3 dari undang-undang ini juga dikemukan tentang persyaratan keselamatan kerja yang ditujukan untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan.
Beberapa istilah yang dimaksudkan dalam undang-undang ini  antara lain:
1)   Tempat kerja, ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, di mana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk suatu keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagai mana terperinci pada pasal 2, termasuk tempat kerja semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
2) Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagian yang berdiri.
3) Pengusaha ialah :
a)    Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
b)   Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
c)    Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada a) dan b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
4)   Direktur ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan undang-undang ini.
5)   Pegawai Pengawas, ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
6)   Ahli keselamatan kerja, ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk  oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya undang-undang ini.

Ruang lingkup yang diatur oleh undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Syarat-syarat Keselamatan Kerja (Pasal 3)
Dalamperaturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat untuk keselamatan kerja antara lain:
a)     Mencegah dan mengurangi kecelakaan. 
b)     Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c)      Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d)     Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya.
e)     Memberi pertolongan pada kecelakaan
f)      Memberi alat perlindungan diri kepada para pekerja.
g)     Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca sinar atau radiasi, suara dan getaran.
h)     Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun phychis, peracunan, infeksi dan penularan.
i)       Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j)      Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
k)     Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
l)       Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
m)    Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya .
n)     Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.
o)     Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
b.    Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/98 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan
Dalam pasal 1 Permenaker no.03 tahun 1998 ini dijelaskan bahwa Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Pasal 2 dari peraturan ini menjelaskan tentang tata cara pelaporan kecelakaandimana seorang pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja dipimpinnya.
Pengertian-pengetian dalam Peraturan Menteri ini (pasal 1) adalah :
1)   Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
2) Kejadian berbahaya lainnya ialah suatu kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya pembuangan limbah.
3) Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber-sumber bahaya.
4) Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
5) Pegawai pengawas adalah pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (5) UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Tata Cara Pelaporan Kecelakaan
Pasal 2
1)   Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja dipimpinnya.
2)   Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a)    Kecelakaan Kerja;
b)   Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah;
c)    Kejadian berbahaya lainnya.
Pasal 3
Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 berlaku bagi pengurus atau pengusaha yang telah dan yang belum mengikutsertakan pekerjaannya ke dalam program jaminan sosial tenaga kerja berdasarkan Undang-undang No. 3 tahun 1992.

Pada pasal 4 dinyatakan bahwa pengurus atau pengusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 wajib melaporkan secara tertulis kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a), b), c) dan d) kepada Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan dengan formulir laporan kecelakaan. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara lisan sebelum dilaporkan secara tertulis.
1)   Pengurus atau pengusaha yang telah mengikutsertakan pekerjaannya pada program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, melaporkan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a) dan b) dengan tata cara pelaporan sesuai peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-05/MEN/1993.
2)   Pengurus atau pengusaha yang belum mengikutsertakan pekerjaannya pada program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, melaporkan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a) dan b) dengan tata cara pelaporan sesuai peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1993.
Laporan yang sudah ditulis tersebut diterima oleh pihak Departemen Tenaga Kerja yang kemudian dilakukan pemeriksaan dan pengkajian oleh petugas. Hasil kajian tersebut dianalisis dan dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah. Berdasarkan laporan tersebut akan disusun analisis kecelakaan yang terjadi kepada pejabat atau menteri yang ditunjuk.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan berdasarkan analisis laporan kecelakaan menyusun analisis laporan kekerapan dan keparahan kecelakaan tingkat nasional. 
Pengurus atau pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 2, pasal 4 ayat (1), diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 15 ayat (2)  UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

c.    Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Permenaker ini mengatur tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut Sistem Manajemen K3. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan krja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif;Tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,  di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia;
Audit adalah pemeriksaan secara sistematik dan independen, untuk menentukan suatu kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan sesuai dengan pengaturan yang direncanakan, dan dilaksanakan secara efektif dan cocok untuk mencapai kebijakan dan tujuan perusahaan;
Laporan Audit adalah hasil audit yang dilakukan oleh Badan Audit yang berisi fakta yang ditemukan pada saat pelaksanaan audit di tempat kerja sebagai dasar untuk menerbitkan sertifikat pencapaian kinerja Sistem Manajemen K3.Sertifikat adalah bukti pengakuan tingkat pemenuhan penerapan peraturan perundangan Sistem Manajemen K3;

b. Tujuan dan Sasaran Sistem Manajemen K3
Dalam pasal 2 disebutkan bahwa tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalahuntuk menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsusr manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

c.Penerapan Sistem Manajemen K3
Di dalam pasal 3 peraturan ini disebutkan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
Sistem Manajemen K3 wajib dilaksanakan oleh Pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan.Untuk pembuktian penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud pasal 4, perusahaan dapat melakukan audit melalui badan audit yang ditunjuk oleh Menteri.Audit Sistem Manajemen K3 dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga tahun.
Dalam pasal 4 disebutkan bahwa perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3; Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan kerja;Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja;Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan;Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.Pedoman penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini.
Audit Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud meliputi unsur-unsur sebagai berikut :a) Pembangunan dan pemeliharaan komitmen; b)Strategi pendokumentasian; c) Peninjauan ulang desain dan kontrak; d) Pengendalian dokumen; e) Pembelian ;f) Keamanan bekerja berdasarkan Sistem Manajemen K3; g) Standar Pemantauan; h) Pelaporan dan perbaikan kekurangan; i)Pengelolaan material dan pemindahannya; j) pengumpulan dan penggunaan data; k) Pemeriksaan sistem manajemen; l) Pengembangan keterampilan dan kemampuan;

d.Kewenangan Direktur
Dalam pasal 6 disebutkan bahwa Direktur berwenang menetapkan perusahaan yang dinilai wajib untuk diaudit berdasarkan pertimbangan tingkat risiko bahaya.Audit Sistem Manajemen K3 dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga tahun.
Untuk pelaksanaan audit, Badan Audit harus :
a)    Membuat rencana tahunan audit;
b)   Menyampaikan rencana tahunan audit kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, pengurus tempat kerja yang akan diaudit dan Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat;
c)    Mengadakan koordinasi dengan Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat ;
d)   Pengurus tempat kerja yang akan diaudit wajib menyediakan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pelaksanaan audit Sistem Manajemen K3.

Badan Audit wajib menyampaikan laporan audit lengkap kepada Direktur dengan tembusan yang disampaikan kepada pengurus tempat kerja yang diaudit.Setelah menerima laporan Audit Sistem Manajemen K3 atau Direktur melakukan evaluasi dan penilaian.Berdasarkan hasil evaluasi dan penilaian tersebut Direktur melakukan hal-hal seperti memberikan sertifikat dan bendera penghargaan sesuai dengan tingkat pencapaiannya atau;Menginstruksikan kepada Pegawai Pengawas untuk mengambil tindakan apabila berdasarkan hasil audit ditemukan adanya pelanggaran atas peraturan perundangan.Pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan Sistem Manajemen K3 dilakukan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

                 3.        Melaporkan K3
Dari uraian-uraian peraturan-peraturan di atas dapat disimpulkan bahwa bahaya K3 yang terjadi dilingkungan kerja harus diidentifikasi dan dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Seperti disebutkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/98 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.Kejadian berbahaya lainnya ialah suatu kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya pembuangan limbah.Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber-sumber bahaya.
Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja dipimpinnya. Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: kecelakaan kerja; kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah; dan kejadian berbahaya lainnya. Kewajiban melaporkan tersebut berlaku bagi pengurus atau pengusaha yang telah dan yang belum mengikutsertakan pekerjaannya ke dalam program jaminan sosial tenaga.
Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan secara tertulis kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat kepada Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan dengan formulir laporan kecelakaan yang sesuai. Namun demikian penyampaian laporan sebagaimana dapat juga dilakukan secara lisan sebelum dilaporkan secara tertulis.
Para ahli sepakat bahwa keselamatan kerja dimulai dari komitmen manajer tingkat atas. Sebagai contoh, Mengapa tingkat kecelakaan kerja di Du Pont’s jauh lebih rendah dibanding perusahaan kimia lainnya. Hal ini barangkali dapat dijadikan studi tentang pentingnya komitmen para majemen tingkat atas. Setiap pagi di perusahaan Du Pont’s poliester dan nilon, para direktur dan para karyawannya melakukan pertemuan yang isinya mengkaji apa-apa yang terjadi selama 24 jam terakhir. Yang mereka diskusikan pertama kali adalah bukan soal kapasitas produksi melainkan tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Barulah setelah mereka mencermati laporan tentang kecelakaan kerja dan puas terhadap tindakan-tindakan koreksi yang telah dilakukan, mereka akan membicarakan tentang produksi, kualitas produk, dan biaya. Sebagai kesimpulan, tanpa adanya komitmen penuh dari semua tingkatan manajemen, maka setiap usaha ke arah pengurangan tindakan-tindakan yang tidak aman yang dilakukan karyawan akan kurang membuahkan hasil. Supervisor atau penyelia lini pertama merupakan bagian krusial dari mata rantai manajemen. Jika para supervisor tidak menganggap keselamatan kerja sebagai hal yang serius, maka orang-orang yang ada di bawahnya juga akan berbuat hal yang sama.

B.  Keterampilan yang diperlukan dalam Mengidentifikasi, mengendalikan dan melaporkan tentang K3


1.    Menganalisa dan mengidentifikasi prinsip-prinsip dan bahaya K3 di industri pengolahan makanan dan minuman
2.    Mengendalikan prinsip-prinsip dan bahaya K3 di industri pengolahan makanan dan minuman
3.    Melaporkan bahaya-bahaya K3 di industri pengolahan makanan dan minuman

C.   Sikap kerja yang diperlukan dalam Mengidentifikasi, mengendalikan dan melaporkan tentang K3


Harus bersikap secara:
1.    Cermat dan teliti dalam Mengidentifikasi dan mengendalikantentangK3;
2.    Taat asas dalam mengendalikantentangK3
3.    Berpikir analitis serta bertanggungjawab waktu melaporkan bahaya K3.



BAB III

MELAKUKAN PEKERJAAN DENGAN AMAN


A.   Pengetahuan yang Diperlukan dalam Melakukanpekerjaandengan aman


1.   Memilih dan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
APD adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir.

Walaupun dalam suatu sistim pekerjaan beberapa alat pengaman secara mekanis dan elektrik telah dipasang, seperti katup pelepas tekanan, lampu-lampu pengaman, detektor asap, dsb., tetapi setiap pekerja masih diwajibkan memakai alat pengaman diri (APD). Karena pada hakekatnya APD adalah merupakan sistim pengaman terakhir untuk pekerja.

Fungsi Alat Pelindung Diri (APD) di tempat kerja harus dilihat dalam kontek sebagai pengaman pekerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Alat pelindung diri itu, antara lain berfungsi sebagai: pelindung kepala; pelindung mata dan wajah’ pelindung tangan; pelindung badan; pelindung telinga; masker dan alat bantu pernafasan; sabuk pengaman; pelindung kaki

Pemberi kerja bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi bahaya pada pekerjaan yang akan ditangani, serta menentukan jenis APD yang sesuai untuk mengurangi atau menghilangkan risiko kecelakaan pekerja. Dalam melakukan identifikasi dan evaluasi bahaya yang ada, hendaknya dilakukan oleh bagian keselamatan dengan bagian operasi secara bersama. Sehingga setiap kemungkinan bahaya ditinjau dari sisi kejadian yang ada sehari hari serta dari sisi petinjuk petunjuk keselamatan kerja yang lazim. Segala bahaya fisik, biologis serta kimiawi harus tercakup dalam evaluasi ini. Setelah bahaya diidentifikasi dan dievaluasi, selanjutnya dipilih jenis alat pelindung diri yang tepat untuk melindungi diri pekerja dari bahaya tersebut.

Pelatihan untuk para pekerja dalam pemakaian alat pelindung diri juga perlu dilaksanakan sehingga APD ini bisa dipakai dengan benar dan efektif. APD harus sesuai standard desain yang ada seperti ANSI, OSHA, NFPA, dll.

Jenis dan Pemeliharaan APD
Dalam pemeliharaannya APD harus disimpan dalam kondisi yang bersih dan sehat, seperti dalam lemari khusus. Setiap pekerja hendaknya diberikan APD sendiri sendiri sehingga ukuran dan modelnya benar benar pas. APD untuk masing masing pekerja bisa berbeda karena APD ini disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan dan bahaya yang ada pada jenis pekerjaan tersebut.APD juga bisa rusak karena paparan matahari atau pengaruh cuaca yang lain. Maka sebelum memakai APD hendaknya diperiksa dahulu keadaannya. Bila ada tanda tanda kerusakan maka APD itu harus segera diganti.

Gambar 3.1.Jenis-jenis alat pelindung diri (APD)
(Sumber: https://www.google.co.id/search?)

Tabel.... Jenis alat pelindung diri beserta fungsinya

NO.
ALAT PELINDUNG DIRI
NAMA/FUNGSI
1
SAFETY SHOES: Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
2
SAFETY HELMET : Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung.

3
RESPIRATOR : Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).

4

SAFETY GLASSES : Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).

5
SARUNG TANGAN :Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. n
6
PELAMPUNG : Digunakan sebagai kelengkapan kapal untuk membantu agar orang tidak temgelam saat kecelakaan di air
7
EAR PLUG / EAR MUFF : Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.

8
FACE SHIELD : Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda)
9
SAFETY HARNESS : Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.
10
JAKET PELAMPUNG : Digunakan bila akan melakukan aktivitas atau kegiatan di lingkungan dengan bahaya tenggelam
11
APRON : Digunakan oleh pekerja yang bekerja sat mengelas, kerja tempa atau pengecoran
12
PAKAIAN KERJA : Digunakan sebagai pakaian kerja pada bengkel umum untuk melindungi diri dari berbagai kotoran dan bahaya kerja



     2.       Rambu-rambu Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sebagai upaya untuk mengatasi kecelakaan dan gangguan kesehatan dapat juga ditempat kerja atau tempat-tempat lain yang berbahaya diberi peringatan yang serupa rambu-rambu atau simbol-simbol. Simbol ini pada prinsipnya mirip dengan rambu-rambu lalulintas, misalnya tanda larangan, peringatan, perintah atau anjuran. Rambu-rambu ini sebaiknyaditempatkan ditempat yang mudah terlihat dan menggunakan komposisi warna yang diatur dan mengacu pada standar DIN/ Deutche Institute Norm (German Institute for Standardization ) Nomor 4844 P.1/5.80. Ketentuan gambar dan simbol umum/internasional keselamatan yang ditampilkan pada tempat kerja ditampilkan pada gambar berikut ini.
Gambar... pengelompokan simbol K3 berdasarkan bentuk geometri dan warna
a.     Rambu larangan
Rambu-rambu ini ditujukan untuk pencegahan kecelakaan. Gambar lingkaran dengan diagonal merah diatas warna dasar putih. Komposisi warna yang digunakan yaitu merah, putih dan hitam. Contoh rambu larangan:  dilarang merokok, dilarang masuk, dll.

Gambar 3.3. Rambu-rambu Larangan



b.    Rambu peringatan
Rambu-peringatan ini ditujukan untuk memperingatkan akan bahaya keselamatan dan kesehatan kerja. Berbentuk segi tiga dengan warna hitam diatas warna dasar putih. Komposisi warna umumnya hitam dan kuning, atau hitam dan putih. Contoh: bahaya mudah terbakar atau awas api, bahaya listrik dll.
Gambar 3.4. Rambu-rambu Peringatan


c.      Rambu pemberitahuan

Rambu untuk tempat perlengkapan keadaan darurat tersimpan, dengan komposisi warna hijau putih. Berbentuk segi empat, Contoh; tempat PPPK
Gambar 3.5. Rambu-rambu Pemberitahuan
(Sumber: https://www.google.co.id/search?biw)
d.     Rambu perintah
Rambu untuk pemberitahuan kepada pekerja dimana perlengkapan keselamatan khusus harus dipakai; Gambar putih diatas warna dasar biru. Contoh: gunakan pakaian kerja, gunakan kaca mata

Gambar 3.6. Rambu-rambu Perintah
(Sumber: https://www.google.co.id/search?biw=1366&bih)

e.     InformasiSimbolBahanKimia
Karakteristikbahankimia terutamasifatnyadapatdipelajarimelaluisimbol-simbol atau penjelasan-penjelasan yang tercantum pada label kemasan bahan kimia. Simbol-simbol tertentu menggambarkan tingkatan bahaya bahan kimia yang bersangkutan, simbol tengkorak misalnya, menggambarkan risiko bahaya toksik, bahkan dapat menyebabkan kematianapabilasalahdalampenanganan. Pengenalan simbol-simbol pada bahan kimia agardiperolehinformasi tentang sifatnya sangatpentingdilakukan berkaitan denganpenanganan, transportasi,danpenyimpanannya.Berikutini beberapapenjelasantentang simbol atau label yangbiasa terterapada kemasan bahan kimia seperti padatabelberikut.
Tabel 3.1. Simbol Bahan Kimia
SIMBOL
KETERANGAN





Bahaya        :   Eksplosifpadakondisitertentu

Keamanan     :   Hindari benturan,  gesekan, loncatan api, dan panas





Bahaya         :   Oksidatordapatmembakarbahanlain,penyebab timbulnya     api     atau     penyebab     sulitnya
Keamanan   :   pemadamanapi

Hindaripanassertabahanmudahterbakar dan reduktor















Bahaya        :   Mudahterbakar,meliputi:

1.  Zatterbakarlangsung

Keamanan   :       Hindaricampurandenganudara

2.  Gasamatberbahaya

Keamanan     :       Hindari campuran dengan udara dan hindari sumberapi
3.  Zat  sensitif  terhadap  air,  yakni  zat  yang membentuk gasmudahterbakarbilakenaair
Keamanan   :       ataupunapi

4.  Cairanmudahterbakar,titikbakar210C Jauhkandarisumberapidanloncatanbungan api












Bahaya         :   Toksik;berbahaya bagikesehatan bilaterhisap, tertelanataukontakdengankulit dan dapat mematikan
Keamanan     :   Hindari  kontak  atau masuk  ke dalam   tubuh, segeraberobatke dokterbila kemungkinan keracunan







Bahaya        :   Menimbulkankerusakankecilpadatubuh

Keamanan   :   Hindari   kontak   dengan   tubuh   atau  hindarimenghirup,segeraberobatbilaterkenabahan

Bahaya        :   Korosifataumerusakjaringantubuhmanusia

Keamanan     :   Hindariterhiruppernafasan, kontakdengankulit danmata

Bahaya        :   Iritasiterhadapkulit,mata,danalatpernafasan

Keamanan     :   Hindariterhiruppernafasan, kontakdengankulit danmata

     3.       Pengendalian resiko selama menyelesaikan pekerjaan
Beberapa hal yang dapat kita gunakan sebagai pedoman untuk pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat adalah sebagai berikut:
a)    Menggunakan Akal Sehat
Hampir semua kewaspadaan atau kehati-hatian kerja baik itu bekerja di area pengolahan atau produksi maupun di dalam laboratorium uji mutu (yang dimaksudkan untuk keselamatan kerja), pada kenyataannya tidak lebih dari penggunaan akal sehat. Perlu diingat, area proses produksi dan laboratorium bukanlah tempat untuk bemain. Beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan selama bekerja di area proses produksi dan laboratorium adalah:
1)      Jangan bekerja sendirian di dalam area produksi atau laboratorium. Apabila seorang pekerja bekerja sendirian di dalam area proses maka ketika terjadi suatu kecelakaan, misalkan tangan terluka, tidak akan ada yang dapat membantu mencarikan pertolongan. Sehingga ketika bekerja harus selalu bersama dengan pekerja lain atau berada di bawah pengawasan atasan/supervisor.
2)      Jangan melakukan eksperimen yang diluar ketentuan.
3)      Jangan membaui (mencium), menghirup, atau merasakan bahan-bahan kimia. Beberapa bahan kimia bersifat mudah menguap dan dapat mengakibatkan pusing apabila terhirup sehingga tidak diperbolehkan menghirup atau membaui bahan kimia. Selalu gunakan masker ketika bekerja sehingga bahan kimia yang menguap tidak akan tercium.
4)      Bersihkan setiap bahan kimia yang tercecer. Gunakan air yang cukup untuk menghilangkan/membersihkan ceceran asam atau basa. Netralkan setiap ceceran asam atau basa dengan sodium bikarbonat (NaHC03) atau larutan asam asetat encer secara berulang-ulang.
5)      Jangan menempatkan bahan kimia berbahaya dalam tempat sampah, petugas sampah dapat terluka atau sakit. Sebagai gantinya, buang di tempat yang dirancang khusus sebagai tempat buangan bahan kimia.
6)      Kenakan pakaian kerja yang sesuai. Pakaian dari bahan katun, baju berlengan pendek serta memakai jas laboratorium yang terbuat dari katun ataupun penutup badan bagian depan dari karet adalah ideal. Apabila bekerja di dalam area produksi, gunakanlah baju kerja tertutup berlengan panjang lengkap dengan apron bila perlu, sarung tangan, masker, penutup kepala/hairnet dan jenis sepatu yang sesuai dengan kondisi lantai.
7)      Rambut harus selalu tertutup untuk menghindari jatuhnya rambut ke dalam bahan yang sedang diolah. Gunakan hairnet atau topi. Apabila bekerja di laboratorium, rambut panjang diikat kebelakang.
8)      Selalu kenakan sepatu yang tertutup. Sesuaikan jenis sepatu dengan kondisi kerja dan kondisi lantai. Sandal tidaklah cukup aman, karena tidak melindungi kaki dari cipratan bahan kimia.
9)      Cucilah tangan sebelum memasuki area produksi. Selalu mencuci tangan sebelurn meninggalkan laboratorium atau area produksi. Jangalah lupa untuk mencuci tangan setelah kembali dari toilet.
10)   Tidak boleh merokok di dalam area produksi dan laboratorium, karena sangat berisiko menimbulkan kebakaran dan dapat menimbulkan kontaminasi fisik terhadap bahan pangan yang sedang diolah.
11)   Jangan letakkan atau membawa makanan dan minuman ke dalam area proses produksi dan laboratorium, karena beresiko mengkontaminasi produk dan terkontaminasi oleh bahan kimia.
12)   Pada saat awal kerja di suatu area produksi dan laboratorium, kenalilah lebih dulu lingkungan yang ada. Dimana tempat pemadam api, kran air, tempat obat-obatan (PPPK), dan hal-hal lain yang berkaitan dengan keselamatan kerja.



b)   Kacamata Pengaman
Apabila ketika melakukan proses produksi menggunakan bahan kimia yang bersifat iritasi maka sangat penting untuk memakai alat pelindung mata. Cipratan bahan kimia ke mata dapat menyebabkan kebutaan, karenanya perlu sekali mengenakan kacamata pengaman. Kacamata tersebut harus selalu dikenakan, meski kita hanya mencatat sesuatu dalam buku catatan laboratorium atau kita mencuci peralatan. Kita bisa saja menjadi korban kekeliruan kerja dari orang lain yang sedang bekerja sehingga terjadi cipratan bahan kimia ke mata kita.
Lensa kontak sebaiknya tidak dikenakan, meski dilindungi dengan kacamata pengaman. Hal ini dikarenakan lensa kontak tidak dapat segera dilepas bila mata terkena bahan kimia. Orang yang akan memberi pertolongan pertama dengan cara mencuci mata Anda, sangat mungkin tidak menyadari bahwa Anda memakai lensa kontak. Selain itu lensa kontak jenis "soft" dapat menyerap uap yang berbahaya. Bila lensa kontak sangat diperlukan atau tidak dapat ditinggalkan, maka kenakan kacamata pengaman dengan baik dan rapat. Juga sampaikan kepada petugas laboratorium atau teman kerja lainnya bahwa Anda mengenakan lensa kontak.
c)    Bahan Kimia di Mata
Jika ada bahan kimia masuk ke mata, maka segeralah mata Anda dibilas/dicuci dengan air mengalir (cukup kuat/deras) selama 15 menit. Jangan coba-coba untuk menetralkan asam atau basa di mata. Secara alamiah, kelopak mata akan segera menutup bila ada benda asing masuk kedalam mata, karena itu harus dijaga agar kelopak mata tetap terbuka sefama mata dibilas dengan air. Bila tidak ada fasilitas kran air khusus pencuci mata, sebagai gantinya dapat menggunakan selang karet yang dihubungkan kepada kran air. Jangan membiarkan tidak segera terbilas air, bila mata Anda kemasukan bahan kimia! Waktu sangat penting. Semakin cepat bahan kimia tercuci dan terbuang, semakin sedikit kemungkinan terjadi kerusakan pada mata Anda.
Setelah mata Anda tercuci, perawatan atau tindakan secara medis sangat dianjurkan. Untuk bahan kimia yang korosif, seperti Natrium Hidroksida (NaOH), tindakan secara medis sangat penting!
d)   Asam dan Basa
Untuk menghindari terciprat oleh asam, selalu lakukan pengenceran dengan cara menuang asam ke dalam air (bukan sebaliknya, menuang atau menambahkan air ke dalam asam). Asam sulfat (H2SO4) pekat selalu ditambahkan/dituang ke dalam air dingin (sudah didinginkan di almari es) atau air dengan pecahan es batu. Ini dikarenakan timbulnya panas selama pencampuran. Jangan membuang asam ke saluran pembuangan tanpa diencerkan dan atau menetralkan lebih dulu. Demikian juga untuk basa kuat, larutkan dan encerkan lebih dulu sebelum dibuang. Bila Anda terciprat/terkena asam atau basa kuat di kulit, cucilah dengan dengan air dalam jumlah yang banyak (seperti dijelasKan dalam sub-bab A.5). Asam khlorida (HCI) pekat dan asam asetat glasial (CH3COOH) adalah bahan yang berbahaya, uapnya sangat iritatif. Kedua asam (yang pekat) ini hanya boleh digunakan di ruang asam.
Natrium hidroksida ("lye", NaOH) adalah soda api. Dalam bentuk padat (biasanya dalam bentuk pelet) bersifat mudah mencair (higroskopis), sehingga pelet tersebut -akan membentuk suatu cairan pekat yang berbahaya. Karena itu, NaOH pelet harus ditangani secara hati-hati. Pecahan kecil pelet harus diambil (menggunakan kaus tangan plastik atau menggunakan sesobek kertas) dan cuci dengan sejumlah air. Amonia cair (amonium hidroksida, NH4OH) akan rnembebaskan uap amonia (NH3), karenanya bila menggunakan bahan ini lakukan di ruang asam.
e)    Luka karena Bahan Kimia
Penggunaan bahan kimia dalam suatu proses pengolahan bila tidak berhati-hati dapat memercik dan menimbulkan iritasi pada kulit. Cipratan semua jenis bahan kimia (baik yang larut atau tidak larut dengan air) pada kulit harus segera dicuci dengan sabun dan air mengalir. Aktivitas bahan aktif dari sabun dan gerakan mekanis pada saat mencuci akan menghilangkan hampir semua jenis bahan, meskipun bahan tidak larut air. Jika bahan kimia berupa asam atau basa keras/kuat, cuci bagian kulit yang terkena bahan kimia tersebut dengan air dingin dengan jumlah air yang banyak. Asam kuat jika mengenai kulit akan menyebabkan sengatan yang amat menyakitkan. Basa kuat biasanya tidak akan menyebabkan rasa sakit, namun akan menyebabkan rusaknya jaringan kulit. Harus selalu dicuci dengan baik bila selesai menggunakan basa kuat. Bila cipratan bahan kimia mengenai badan dalam luasan yang cukup besar, segera bersihkan dengan menggunakan air mengalir (shower). Jika bahan kimia tersebut bersifat korosif atau dapat meresap kedalam kulit, pakaian yang terkena segera dilepas, sehingga kulit yang terkena bisa segera dicuci.
f)     Luka Bakar
Luka bakar ringan dapat terjadi di area proses produksi apabila ketika proses pengolahan menggunakan sumber panas seperti kompor atau oven.Tindakan yang perlu dilakukan bila hal itu terjadi adalah dengan merendamnya dalam air dingin selama kurang lebih 5 - 10 menit. Larutan (lotion) penghilang rasa sakit dapat digunakan setelahnya. Untuk mencegah luka bakar ringan semacam itu, siapkan sepasang kaos tangan katun di lemari atau laci kerja Anda, agar siap dikenakan bila Anda harus menangani atau memegang alat yang kontak langsung dengan sumber panas. Bila ada seseorang yang terluka bakar serius, seperti karena pakaiannya terbakar, biasanya ia akan terguncang (shock). Ia sebaiknya direbahkan (ditidurkan) di lantai dan jaga agar badannya tetap hangat dengan menggunakan selimut atau penutup lainnya. Kemudian segera panggil ambulans, dokter atau dibawa ke rumah sakit. Jangan cuci atau diberi salep apapun pada luka bakar yang serius, kecuali untuk memadamkan api atau menghilangkan bahan kimia berbahaya yang mengenainya. Kompres dingin pada area yang terbakar dapat membantu menghilangkan panas.
g)   Tergores atau Teriris
Luka tergores/tersayat pisau atau alat pemotong sangat mungkin terjadi apabila bekerja di area proses produksi. Luka tersebut agar segera diguyur dengan air dingin mengalir hingga bersih. Plester atau perban yang kuat dapat digunakan membantu menghentikan pendarahan. Luka tergores/tersayat atau teriris yang cukup besar dan menyebabkan pendarahan berat merupakan hal yang serius. Bila teriihat terguncang (shock), orang yang terluka sebaiknya direbahkan (ditidurkan) di lantai dan jaga agar badannya tetap hangat dengan menggunakan selimut atau penutup lainnya. Plester atau perban (bisa menggunakan serbet/lap alat yang bersih) di atas bagian yang terluka, selain itu, bagian yang terluka sebaiknya ditinggikan letaknya. Segera panggil ambulan, dokter atau dibawa ke rumah sakit.
h)   Menghirup Bahan Beracun
Seseorang yang menghirup bahan/uap beracun atau yang menyebabkan iritasi, segera dibawa ke udara segar dan bersih. Jika nafasnya terhenti, segera lakukan pernafasan buatan dan segera panggil ambulan, dokter atau dibawa ke rumah sakit.
i)     Menghindari Kebakaran
Pada umumnya, kebakaran dapat dicegah dengan menggunakan akal sehat. Sebelum menyalakan korek api atau membakar sesuatu, periksa lokasi sekitarnya ada tidaknya bahan yang mudah terbakar. Pucuk korek api yang panas misal setelah dinyalakan atau benda lain yang panas sebaiknya tidak diletakkan atau dibuang di keranjang sampah karena apabila di tempat sampah terdapat sisa plastik atau kertas akan mudah tersulut api dan terbakar.
Bila menggunakan pelarut yang mudah terbakar, semua nyala api di sekitarnya sebaiknya dimatikan lebih dulu. Botol wadah pelarut sebaiknya selalu dalam keadaan tertutup bila nyata-nyata tidak sedang digunakan. Pelarut mudah terbakar sebaiknya tidak dipanaskan (untuk pemisahan dari suatu campuran) selain di ruang asam (fume hood). Kertas saring yang telah terendam pelarut sebaiknya diletakkan di ruang asam agar kering, sebelum dibuang ke tempat sampah. Cipratan pelarut jangan dibiarkan menguap begitu saja, sebaiknya semua nyala api segera dimatikan dan pelarut segera dibersihkan dengan kertas tisu, yang kemudian letakkan di ruang asam agar mengering. Pelarut jangan dibuang di saluran pembuangan air. Pelarut yang sangat mudah terbakar jangan dibuang di bak pembuangan air, demikian pula untuk pelarut lain dalam jumlah besar. Pelarut yang larut air dan dalam jumlah kecil atau pelarut yang tidak begitu berbahaya (misal ethanol) dapat dibuang dan diguyur dengan air di bak pembuangan air. Pelarut lain, sebaiknya dibuang dengan cara dimasukkan kedalam wadah khusus untuk pembuangan.Bahan yang mudah terbakar seperti misalnya alkohol yang biasanya digunakan untuk membersihkan peralatan sangat mudah terbakar sehingga diperlukan kehati-hatian ketika memakai ataupun menyimpan. Bahan seperti alkohol bila ingin dibuang jangan langsung dimasukkan ke dalam saluran pembuangan, encerkan terlebih dahulu bahan tersebut dengan air kemudian baru dibuang.
j)     Memadamkan Api
Bila terjadi kebakaran kecil, beritahu orang-orang di sekitar Anda untuk secara meninggalkan tempat/atau keluar ruangan, dan beritahu/lapor instruktor atau penanggung jawab laboratorium. Semua yang membara di sekitar api harus dipadamkan, semua wadah yang berisi bahan mudah terbakar harus dipindahkan ke tempat yang aman guna menghindari penyebaran api. Pada saat terjadi kebakaran, laboratorium harus segera terbebas dari orang. Pada saat meminta orang keluar, akan lebih baik mengatakannya dengan keras "Tinggalkan ruangan!", daripada meneriakkan " Kebakaran!" dengan suara yang panik. Bila kita mendengar seruan seperti itu, jangan berdiri dan berputar-putar untuk mencari tahu ada apa. Hentikan pekerjaan Anda, apapun yang Anda kerjakan, dan keluar segera melalui pintu keluar yang terdekat.
Bila pemadam api (fire extinguisher) atau APAR diperlukan, hal terbaik yang perlu dilakukan adalah mengosongkan laboratorium dan beri kesempatan instruktor laboratorium untuk memadamkan api menggunakan pemadam api tersebut. Meski begitu, Anda sebaiknya mempelajari dan mengenali lokasi, klasifikasi, dan cara pengoperasian pemadam api pada saat hari pertama Anda belajar/bekerja. Temukan kedudukan kawat penyegel (yang menandakan bahwa pemadam api masih penuh), dan juga kunci pembuka bila kita akan menggunakan pemadam api tersebut.
Pada saat digunakan, pemadam api biasanya akan menyemprotkan isinya dengan keras. Untuk menghindari menghempas bahan atau cairan mudah terbakar dan memecah gelas di sekitar ruangan, arahkan semprotan ke dasar/dudukan atau sisi-sisi barang yang terbakar. Tidak secara langsung menyemprot apinya. Sekali pemadam api digunakan, maka ia perlu diisi kembali - sebelum dapat digunakan kembali. Karena itu setiap selesai menggunakan pemadam api, harus segera melapor kepada instruktor atau penanggung jawab laboratorium.

k)    Memadamkan Api yang Membakar Pakaian
Jika pakaian Anda terbakar, berjalanlah (jangan lari) ke kran air terdekat, jika tersedia kran air. Bila tidak ada kran air, rebahlah ke lantai, kemudian bergulung-gulunglah untuk mematikan api, sambil meminta pertolongan orang lain. Pakaian yang terbakar dapat dipadamkan dengan cara mengenakan/memakai 'selimut api' (fire blanket), kemudian menggulung-gulung. Gerakan mengulung-gulung sangat penting, karena api masih dapat tetap menyala di bawah selimut api. Lap basah juga dapat digunakan sebagai pemadam api. Bila orang yang memakai pakaian terbakar tersebut mengalami luka bakar, maka segeralah ia diperlakukan sebagaimana orang yang mengalami shock. Jaga dia agar tetap hangat dan tenang.

B.    Keterampilan yang Diperlukan dalam Melakukan pekerjaan dengan aman


               1.       Memilih dan menggunakan alat pelindung diri (APD) dengan tepat
               2.       Menggunakan jenis-jenis Peralatan pengaman pribadi
               3.       menyusun prosedur untuk pengendalian resiko selama menyelesaikan pekerjaan

C.  Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Melakukan pekerjaan dengan aman


Harus bersikap secara:
               1.     Cermat dan teliti dalam melakukan pekerjaan dengan aman;
               2.     Taat asas dalam melakukan pekerjaan dengan aman;
               3.     Berpikir analitis serta bertanggungjawab waktu melakukan pekerjaan dengan aman.



BAB IV

MENGIKUTI PROSEDUR KEADAAN DARURAT


A.   Pengetahuan yang Diperlukan dalam Mengikuti Prosedur Keadaan Darurat


        1.       Mengidentifikasi keadaan darurat di tempat kerja
Sebelum mencermati sebab-sebab terjadinya kecelakaan di tempat kerja, upaya pencegahan kecelakaan kerja harus dilakukan dengan dua aktivitas dasar yaitu:mengurangi kondisi kerja yang tidak aman dan mengurangi tindakan karyawan yang tidak aman. Penanggungjawab keselamatan kerja harus merancang tugas sedemikian rupa untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya fisik. Untuk itu dapat digunakan risk assesment atau checklist inspeksi alat untuk mengidentifikasi dan menghilangkan bahaya-bahaya yang potensial.
Manajemen resiko (risk management) adalah proses yang mendefinisikan ruang lingkup kerja, mengidentifikasi sumber kecelakaan kerja yang potensial dan akhirnya menentukan langka atau kontrol untuk mengurangi resiko. Penerapan manajemen resiko melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
a)    Penentuan ruang lingkup proyek atau pekerjaan dengan menentukan tujuan proyek, dimana, kapan, dan bagaimana akan dikerjakan serta siapa yang mengerjakan dengan disertai kualifikasi menyangkut pengetahuan, keterampilan, dan keahlian masing-masing personel.
b)   Mengidentifikasi bahan dan proses yang digunakan.
c)    Menentukan sumber kecelakaan kerja yang menyertai proses yang akan dilakukan dengan mencari informasi tentang bahan yang digunakan, bahaya, dan kemungkinan kesalahan kerja yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja.
d)   Evaluasi tingkat resiko kerja.
e)    Penentuan langkah dan kontrol yang harus diambil, seperti penanganan khusus terhadap bahan, proteksi alat kerja, dan penggunaan prosedur khusus penanganan proses.
f)     Pengawasan dan pelaporan seluruh proses juga jika terjadi perubahan bahan, proses, atau prosedur kerja.
Faktor-faktor yang besar pengaruhnya terhadap timbulnya bahaya dalam proses industri maupun laboratorium meliputi suhu, tekanan, dan konsentrasi zat-zat pereaksi. Suhu yang tinggi diperlukan dalam rangka menaikkan kecepatan reaksi kimia dalam industri, hanya saja ketahanan alat terhadap suu harus dipertimbangkan. Tekanan yang tinggi diperlukan untuk mempercepat reaksi, akan tetapi kalau tekanan sistem melampaui batas yang diperkenankan dapat terjadi peledakan. Apalagi jika proses dilakukan pada suhu tinggi dan reaktor tidak kuat lagi menahan beban. Konsentrasi zat pereaksi yang tinggi dapat menyebabkan korosif terhadap reaktor dan dapat mengurangi umur peralataan. Selain itu sifat bahan seperti bahan yang mudah terbakar, mudah meledak, bahan beracun, atau dapat merusak bagian tubuh manusia.

        2.       Melaporkan keadaan darurat di tempat kerja
Hasil indentifikasi kondisi-kondisi kerja yang tidak aman seperti: memodifikasi peralatan atau mesin tanpa kewenangan; adanya pekerja yang melakukan pekerjaan yang tidak dilatih untuk dilakukan; melakukan pekerjaan yang keterampilannya atau kewenangan tidak dipunyai; tidak memperhatikan aturan keselamatan sebab menurut pribadi hal itu menjadi penghambat dalam melakukan pekerjaan; melakukan pekerjaan selalu dengan cara sendiri, walaupun metoda bekerja dengan aman telah dikembangkan; mengambil jalan pintas dalam melaksanakan, walaupun jalan pintas tersebut melanggar petunjuk prosedur bekerja yang aman, pekerja tidak menggunakan alat pengaman yang diperlukan.
Hal tersebut harus dilaporkan kepada atasan atau pihak yang berwenang sehingga dapat segera mengambil tindakan-tindakan pencegahan. Secara umum hal-hal yang perlu dilaporkan dengan segera adalah:
a.    Adanya praktik kerja dan situasi yang diperkirakan tidak aman
b.    Kesalahan atau peralatan dan perlengkapan yang tidak aman.
c.    Kejadian kecelakaan dan cedera sekecil apapun di tempat kerja.
Gambar... contoh form laporan kejadian kecelakaan K3

        3.       Langkah-langkah/prosedur di tempat kerja yang berhubungan dengan kecelakaan, api, serta keadaan darurat
                  1.       Bunyikan alarm segera. Beberapa menit pertama setelah kebakaran mulai, adalah vital untuk mengontrolnya
                  2.       Hubungi petugas pemadam kebakaran di daerah tersebut. Hal yang terbaik pasukan pemadam datang ketika api masih terkontrol dibandingkan setelah api besar tidak terkontrol.
                  3.       Informasikan kepada setiap orang untuk mengamankan diri
                  4.       Hadapi kebakaran dengan peralatan yang tersedia. Untuk kebakaran-kebakaran kecil dapat segera dikontrolPenggolongan Kebakaran



Bahaya Kebakaran dapat digolongkan menjadi beberapa kelas api antara lain:
a.   Api kelas A, yaitu kebakaran benda padat yang mengandung karbon; seperti papan, kertas, batu bara dan serbuk gergaji. Kebakaran ini dapat dipadamkan dengan menggunakan pasir atau air jika tidak dekat dengan sumber arus listrik.
b.   Api kelas B; kebakaran benda cair  mengandung bahan yang mudah terbakar seperti bensin, minyak cat, solar, dll. Jenis kebakaran ini dipadamkan dengan menggunakan BCF, busa, karbon dioksida atau busa kering
c.    Api kelas C; kebakaran bahan gas yang mudah terbakar seperti gas asitelin dan LPG. Alat pemadam kebakaran untuk bahan gas yang mudah terbakar, seharusnya dijaga agar tabung gas tetap dingin dengan menggunakan air pakai selang atau alat pemadam, dan bila mungkin matikan sumber saluran gas.
d.   Api kelas D; kebakaran dari bahan logam, kebakaran ini dipadamkan dengan serbuk kering, yaitu tabung warna merah dengan adanya pita putih
e.   Api kelas E; kebakaran kelistrikan dan meliputi perlengkapannya, kebakaran ini dipadamkan dengan BCF, karbon dioksida, dan bahan kimia kering
Hal yang perlu diperhatikan adalah dilarang menggunakan air untuk memadamkan kebakaran bahan cair dan Jika mungkin, pertama matikan sumbertenaga. Jangan mengunakan air atau busa pemadam untuk kebakaran kelistrikan.

4.      Kesiapan Menghadapi Kebakaran
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghadapai bahaya kebakaran adalah dengan melaksanakan latihan pemadaman api secara berkala. Hal yang diperlukan adalah:
a.     Pahami prosedur pencegahan kebakaran dimana anda bekerja - petugas keadaan darurat, prosedur pengungsian. Semua pekerja seharusnya mengetahui prosedur untuk pengungsian darurat dan dimana pintu keluar.
b.     Ketahui tempat semua perlengkapan untuk menghadapi kebakaran.
c.      Pelajari tempat semua alarm (sirine) kebakaran.
d.     Mampu menggunakan peralatan dan mengikuti latihan kebakaran dengan keyakinan.
e.     Menjaga peralatan menghadapi kebakaran dan rute jalan keluar bebas dari hambatan.
f.      Menjaga jalan masuk untuk tangga dan perancah/penyangga (scaffolding) bebas, dimana jalan ketangga tidak terhalang.

Anda harus tanggap kalau sedang terjadi kebakaran dan harus mengenal seluruh alat-alat pemadam yang ada. Pelajari lokasi terjadinya kebakaran, alarm kebakaran, telepon dan pintu darurat yang ada di tempat kerja anda. Adalah sangat penting bila pekerja perawatan, dan yang lainnya, yang berganti lokasi kerja secara teratur mengetahui bagaimana menyelamatkan diri dari kebakaran di setiap tempat kerja mereka. Ketika terjadi kebakaran, putuskan apakah anda dapat membantu memadamkan api. Jika tidak, keluarlah segera. Jika anda memutuskan untuk memadamkan api, pertama periksa apakah ada tempat yang lowong dan aman untuk jalan ke luar.Selalulah berada di antara api dan jalan ke luar.

Tinggalkan tempat kebakaran sesegera mungkin jika api yang timbul sudah tidak dapat dikontrol lagi; api telah menguasi jalan ke luar; asap telah mengabur atau menggelapkan jalan keluar. Pada saat anda meninggalkan tempat tersebut, buka setiap pintu dengan hati-hati untuk mencegah asap atau nyala api menyerbu masuk ruangan. Tutuplah pintu-pintu di belakang anda untuk mencegah aliran udara menghebus api. Berhati-hatilah terhadap asap dan gas-gas yang ditimbulkan api. Didalam area yang penuh asap, tetap pada posisi rendah dan merangkak untuk menghindarkan mulut dan hidung sedekat mungkin dengan lantai. Walau dalam keadaan bagaimanapun juga jangan pernah mundur atau berhenti. Saat meninggalkan bangunan, tutuplah pintu di belakang anda. Jangan sekali-kali memasuki bangunan yang sedang terbakar.
Apa harus diketahui dan apa yang harus diperbuat bila terjadi kebakaran?
a.     Pahamilah semua peralatan pemadam kebakaran yang ada di tempat kerja anda.
b.    Ketahuilah tempat semua peralatan pemadam kebakaran.
c.     Pelajari tempat semua alarm pemadam kebakaran.
d.    Pelajarilah fungsi semua peralatan pemadam kebakaran.
e.     Mampu menggunakan peralatan dan mengikuti langkah pemadaman api dengan pasti.
f.      Menghindarkan peralatan pemadam kebakaran dari penghalang agar mudah dijangkau.
Pelajari setiap lokasi penyelamatan diri dan menjaga agar rute penyelamatan diri bebas dari hambatan serta menjaga akses ke tangga dan perancah mudah dijangkau dimana tangga belum dibangun. Menjaga pintu penyelamatan diri memberikan akses ke tangga tertutup, tetapi tidak terkunci.

a.     Mengenal Alat Pemadam Portable (APAR/Alat Pemadam Api Ringan)
Alat pemadam portable (yang mudah dipindah) biasanya mudah ditempatkan pada tempat rawan kebakaran. Adapun jenis dan simbol pada tabungnya adalah sbb. :
1)     Tabung bersimbol huruf A terletak dalam segi tiga warna hijau, dipakai untuk kebakaran kelas A (kebakaran bahan padat  mengandung karbon)
2)     Tabung bersimbol huruf B terletak dalam persegi panjang warna merah, dipakai untuk kebakaran kelas B (kebakaran bahan cair mudah terbakar)
3)     Tabung bersimbol huruf C terletak dalam lingkaran warna biru, dipakai untuk kebakaran kelas E (kebakaran kelistrikan)
4)     Tabung bersimbol huruf D terletak dalam bintang warna kuning, dipakai untuk kebakaran kelas D (kebakaran bahan logam)
Bahan dasar untuk pemadam kebakaran tersebut pada umumnya adalah karbon dioksida (CO2) , Cairan uap BCF (Bromo Chloro di  Fluoromethane), busa dan serbuk kering
Tempatkan pemadam api yang sesuai sehingga mudah dijangkau saat menggunakan peralatan yang dapat meningkatkan bahaya kebakaran.Hindarkan pemadam kebakaran dari suhu ekstrim panas yang tinggi atau yang dingin sekali.Jangan sekali-kali mengembalikan pemadam api yang telah digunakan ketempat semula. Beri label dan kembalikan untuk diisi ulang.Pastikan setiap pemadam api yang telah dipakai segera diganti dengan yang baru.
Gambar 4.1. Alat pemadam api ringan (APAR)
(sumber: https://www.google.co.id/search?)

b.     Memadamkan Api/Kebakaran
Bila terjadi kebakaran, tindakan yang tepat akan dapat memberikan peluang dapat memadamkan api dengan cepat, mengurangi bahaya dan meminimalisasi kerusakan. Jika Anda menemukan kebakaran, ingatlah 6 langkah keselamatan berikut:
                                i.          Hidupkan segera alarm.
                              ii.          Beritahu regu pemadam kebakaran.
                             iii.          Peringatkan setiap orang agar segera keluar.
                             iv.          Padamkan api dengan peralatan yang tersedia.
                              v.          Bila dipandang perlu segera keluar.
                             vi.          Jangan masuk kembali gedung yang sedang kebakar.

Beberapa menit pertama setelah api mulai menyala adalah penting untuk segera ditanggulangi.Penting bagi regu pemadam kebakaran tiba saat api masih kecil sehingga mudah dikendalikan daripada datang setelah api menjadi besar sehingga api sulit ditanggulangi.Seseorang mengawasi regu pemadam kebakaran dapat mengarahkan mereka langsung ke tempat kebakaran tanpa harus menunda. Api yang masih kecil dapat dengan mudah ditanggulangi dengan peralatan yang tepat. Begitu api menjadi besar, penundaan dalam mengevakuasi bengunan dapat meregut nyawa seseorang. Asap dan gas di dalam bangunan sangat berbahaya, walaupun sumber api dan panasnya jauh. Bila kebakaran terjadi pada saluran gas yang bocor, dan anda tidak dapat mematikan saluran gas, jangan coba-coba mematikan nyala api. Bila perlu, atau memungkinkan, cobalah mendinginkan peralatan yang ada disekitarnya.

c.      Prosedur Pengungsian Darurat
Situasi darurat di tempat kerja memungkinkan semua orang di area kerja atau seluruh pabrik mengungsi. Pencemaran udara di pabrik dari kebocoran gas, kebakaran, ancaman bom atau keadaan darurat di sekitar lokasi pabrik berada, dapat dan diharuskan setiap orang meninggalkan pabrik segera.  Pabrik mempunyai prosedur pengungsian yang diperlukan pekerja untuk bertindak berdasarkan peringatan suara sirene, dan untuk diikuti perintahnya dengan cara seksama, sesuai persetujuan rencana pengungsian. Latihan pengungsian secara tetap harus dilakukan, sehingga pekerja memahami tentang peringatan sirene dan rencana tindakan keadaan darurat.
d.     Pertolongan Pertama
Para petugas PPPK (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) harus mengetahui kepada siapa, di mana, dan bagaimana harus bertindak memberikan pertolongan pertama. Pada umumnya bila korban ada didekat petugas PPPK, maka dapat langsung diberi pertolongan. Tetapi bila berada jauh, maka petugas PPPK harus memutuskan apakah mengirimkan dokter, ambulans, atau yang lain. Selanjutnya, petugas PPPK melanjutkan tindakan-tindakan sebagai berikut :
1)       Petugas PPPK memberikan laporan secara terperinci mengenai korban dan pertolongan pertama yang telah diberikan kepada dokter.
2)       Mandor/Pengawas harus bertanggung jawab dan melaporkan kejadian yang dialami korban.
3)       Untuk urusan selanjutnya ditangani oleh bagian adminstrasi.
4)       Pimpinan atau atasan harus ikut menanggung dan memberikan keputusan untuk segera menyelidiki sebab-sebabnya.

Selain petugas PPPK, harus tersedia juga perlengkapan pertolongan pertama lain atau obat-obatan yang disimpan dalam kotak PPPK, yang terdiri dari: kapas, obat luka baru, perubalsem, borwater, pembalut luka, tensoplas, dan obat-obatan lain. Disamping kotak PPPK, slogan atau poster perlu juga sebagai alat bantu untuk mengingatkan pekerja pada waktu bekerja.

B.    Keterampilan yang Diperlukan dalam Mengikuti Prosedur Darurat


                 1.       Mampu mengidentifikasi keadaan darurat di tempat kerja
                 2.       Mampu melaporkan keadaan darurat di tempat kerja
                 3.       Dapat menyusun langkah-langkah/prosedur di tempat kerja yang berhubungan dengan kecelakaan, api, serta keadaan darurat

C.   Sikap Kerja

Harus bersikap secara:
                1.       Cermat dan teliti dalam dalam Mengikuti Prosedur Darurat;
                2.       Taat asas dalam Mengikuti Prosedur Darurat;
                3.       Berpikir analitis serta bertanggungjawab waktu dalam Mengikuti Prosedur Darurat



BAB V

MELAPORKAN KEKURANGAN SARANA


A.   Pengetahuan yang Diperlukan dalam Melaporkankekurangan saranadalammengikuti prosedur


        1.        Melaporkan kekurangan sarana
Sarana dan prasarana menjadi satu bagian penting dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja.  Melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang berada di tempat kerja maupun orang yang berada disekitar tempat kerja dan lingkungan sekitamya. Tempat kerja tersebut bisa berada di tempat tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja. Faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan kerja antara lain karena adanya kondisi yang tidak aman baik lingkungan maupun peralatan kerja maupun Sumber daya Manusia yang tidak memiliki kompetensi dibidangnya dan juga bisa karena perbuatan atau perilaku tidak aman dan pekerja. Sarana dan Prasaran atau Obyek K3 antara lain:. Instalasi Penyalur Petir, Instalasi Proteksi Kebakaran (Sistem Alarm Kebakaran Automatis, Hydrant, Sprinkler, APAR), Pesawat Angkat dan Angkut Alat Berat, Pesawat Tenaga dan ProduksilMekanik, Konstruksi Bangunan, Kesehatan dan Lingkungan Kerja, Alat Pelindung Diri (APD) dan masih banyak yang lainya. Untuk Mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di tempat kerja, menjadi kewajiban pemilik, pemerintah dan pengguna. Setiap pemasangan sarana yang berpotensi bahaya kerja harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian kelayakan terlebih dahulu yang dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3. Pengawas melakukan pemeriksaan dokumen kelengkapannya berupa gambar rencana, legalitas/ijin perusahaan dan tenaga ahli yang memasang. Setelah diverifikasi dan sudah sesuai barulah dilakukan pemeriksaan visual dan pengujian terutama aspek keselamatan.
Oleh karena itu kekurangan sarana K3 harus segera dilaporkan agar mendapatkan respon yang cepat untuk pengadaan kembali dan akhirnya bahaya kerja dapat dihindari atau diminimalisir.

        2.        Langkah-langkah/prosedur melaporkan kekurangan sarana di tempat kerja
1)     Mengidentifikasi kerusakan sarana
Tempat kerja atau perusahaan harusmemiliki karyawan yang berkompetensi mengidentifikasi kerusakanperalatan.Untuk itu perlu mempunyaipengetahuan tentang karakteristik peralatan dan sumber penyebab kerusakan peralatan. Hal ini diperlukan untuk menghindari kecelakaan kerja di tempat kerja dan meningkatkan kualitas pembelajaran di tempat kerja.
Faktor penyebab kerusakan peralatan–peralatan:
a)    Perubahan temperatur
Beberapa jenis peralatan peka terhadap perubahan temperatur.  Temperatur yang tinggi menyebabkan peralatan-peralatan memuai, tetapi kadang-kadang pemuaian tidak teratur sehingga bentuk peralatan-peralatan akan berubah dan menyebabkan fungsi peralatan-peralatan itu berubah pula. Temperatur ruangan yang cukup tinggidapat memicu terjadi oksidasi, merusak cat, merusak peralatan-peralatan elektronikakarenakomponen elektronikamempunyai batas kerja normal pada rentang temperatur tertentu. Keadaan temperatur yang terlalu rendah juga mempunyai akibat yang serupa.

b)      Kelembaban udara
Udara mangandung oksigen dan uap air. Kondisi udara yang lembab membuat peralatan-peralatan dari logam seperti besi menjadi berkarat. Barang-barang yang terbuat dari logam lain, seperti seng, tembaga, kuningan dan lain-lain menjadi kusam. Udara mengandung oksigen dan uap air oleh karena itu penyimpanan peralatan dari logam harus dihindarkan dari kontak dengan udara.


c)       Air, Asam, Basa, dan Cairan lainnya
Air akan mempercepat rusaknya peralatan-peralatan, oleh karena itu simpanlah peralatan dalam keadaan kering. Tempatkanperalatandalam tempatyangkering.Zatkimia yang bersifat asam dan basa mempunyai daya rusak yanglebihhebatdariair.Tempatkan botol berisi bahan kimia bersifat asam dalam almari khusus ataudi ruangan bahan yang terpisah dari bahan pangan yang lain.

d)      Debu atau kotoran
Debu atau kotoran salah satu penyebab rusaknya peralatan. Suatuperalatansecaraterusmenerusterkenadebudanjarang dibersihkan akan mudah rusak.

e)      Mekanis
Peralatan-peralatan di tempat kerja beberapa mungkin ada yang terbuat dari bahan dasar kaca.  Oleh karena itu, hindarkan dari benturan-benturan atau gerakan mekanis lainnya, sepertitekananatautempaanataupadasaatpencucian.

f)        Cara penyimpanan peralatan-peralatan tempat kerja
Carapenyimpananperalatanyangsalahdankurang tepatakanmenyebabkanperalatanmudahrusak.
Secara umum kekurangan sarana dan prasarana disebabkan karena belum diadakannya sarana tersebut, sudah tidak berfungsi atau tidak sesuai lagi dengan sarana yang sudah ada. Begitu juga dengan kekurangan sarana K3. Perusahaan harus mempunyai staf yang khusus mengidentifikasi kekurangan sarana dan prasarana terutama untuk K3 karena hal tersebut berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan karyawannya. Karena pentingnya sarana K3 maka harus diperhatikan kebutuhan sarana mulai dari perencanaan yang matang, perawatan dan administrasinya. Perencanaan yang tidak baik dapat mengaikibatkan kebutuhan sarana yang penting menjadi terlewatkan, begitu juga perawatan sarana yang kurang baik dapat menyebabkan sarana K3 cepat rusak atau tidak berfungsi dengan baik. Untuk mengidentifikasi kekurangan sarana kita dapat melihat dari daftar inventaris, mencatatperalatan yang rusak serta membandingkan dengan kebutuhan sarana K3 yang diperlukan saat itu.

2)      Mencatatkekurangan Sarana
Setelah selesai melakukan identifikasi maka Secara umum kekurangan sarana dan prasarana disebabkan karena belum diadakannya sarana tersebut, sudah tidak berfungsi atau tidak sesuai lagi sarana yang sudah ada. Begitu juga dengan kekurangan sarana K3. Perusahaan harus mempunyai staf yang khusus mengidentifikasi kekurangan sarana dan prasarana terutama untuk K3 karena hal tersebut berkaitan dengan keselamat dan kesehatan karyawannya. Karena pentingnya sarana K3 maka harus diperhatikan kebutuhan sarana mulai dari perencanaan yang matang, perawatan dan administrasinya. Perencanaan yang tidak baik dapat mengaikibatkan kebutuhan sarana yang penting menjadi terlewatkan, begitu juga perawatan sarana yang kurang baik dapat menyebbkan sarana K3 cepat rusak atau tidak berfungsi dengan baik. Untuk mengidentifikasi kekurangan sarana kita dapat melihat dari daftar infvntaris, mecatat alat2 yang rusak serta membandingkan dengan kebutuhan sarana K3 yang diperlukan saat itu. Hasil identifikasi kekurangan sarana tersebut dituangkan ke dalam form yang sudah disepakati dan distandarkan di perusahaan.

Gambar... contoh form laporan kerusakan sarana/alat


3)      Melaporkan kekurangan sarana
Perusahaan atau tempat kerja harus mempunyai standar operasional tentang pelaporan kekurangan sarana. Pelaporan kekurangan sarana dapat bersifat rutin dan eksidental. Dari pemeriksaan sarana dan dan daftar inventaris secara rutin akan didapatkan data kondisi sarana prasarana yang dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk melakukan tindak lanjut apakah sarana tersebut memerlukan perbaikan atau penggantian.Sehingga ada kalanya sebelum sarana tidak berfungsi atau habis masa pakainya sudah disiapkan sarana penggantinya. Sementara rusaknya sarana yang karena sesuatu hal terjadi secara tiba-tiba atau mendadak dapat dilaporkan secara khusus terutama untuk sarana prasarana K3 yang sifatnya sangat penting. Laporan kekurangan sarana tersebut dibuat dalam form yang sudah disepakati dan distandarkan di perusahaan.



B.    Keterampilan yang Diperlukan dalam Melaporkan kekurangan sarana dalam mengikuti prosedur


               1.   Mampu mengidentifikasi kekurangan sarana di tempat kerja
               2.   Mampu melaporkan kekurangan sarana di tempat kerja

C.    Sikap Kerja

Harus bersikap secara:
               1.   Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi kekurangan sarana di tempat kerja;
               2.   Taat asas dalam dalam melaporkan kekurangan sarana di tempat kerja;
               3.   Berpikir analitis serta bertanggungjawab waktu dalam melaporkan kekurangan sarana di tempat kerja



DAFTAR PUSTAKA

A.  Buku Referensi


Judul:
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Pengarang:
Tim Penyusun
Penerbit:
IAPSD, Batam Institusional Develovment Project
Tahun Terbit:
Desember 2001


Judul:
Keselamatan dan Kesehatan di Tempat Kerja
Pengarang:
H.N.C. Stam
Penerbit:
BLIB, Katalis
Tahun Terbit:
1989


Judul:
Occupational Health and Safety
Pengarang:
Maree Wheelen
Penerbit:
WesternMetropolitanCollege of TAFE
Tahun Terbit:
1990


Judul:
Keselamatan Kerja dan Tata Laksana Bengkel
Pengarang:
Tia Setiawan dan Harun
Penerbit:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Tahun Terbit:
1980


Judul:
Petunjuk Praktis Keselamatan Kerja
Pengarang:
Soedjono
Penerbit:
Bhratara Karya Aksara – Jakarta
Tahun Terbit:
1985


Judul:
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pengarang:
Tim Penyusun
Penerbit:
Departemen Tenaga Kerja RI.
Tahun Terbit
1999



B.  Referensi Lainnya





DAFTAR ALAT DAN BAHAN



  1.        Daftar Peralatan/Mesin

  2.        Daftar Bahan





DAFTAR PENYUSUN MODUL

NO.
NAMA
PROFESI
1.
Suprijadi, S.TP., M.Si
·      Penyusun Kebutuhan Penyelenggaraan Diklat di PPPPTK Pertanian Cianjur


JENIS DAN TUJUAN PROSES TERMAL

JENIS DAN TUJUAN PROSES TERMAL Ada beberapa jenis proses pemanasan yang umum diterapkan dalam proses pengalengan pangan, seperti blansir...