Monday 23 November 2020

Contoh Rencana Pembelajaran Jarak Jauh Kondisi Khusus

 

Rekan rekan guru semua, kali ini ssaya akan berbagi tentang contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh untuk guru smk.  dalam penyusunan RPP ini, Format rencana pembelajaran jarak jauh boleh di tentukan sendiri selama ada 3 komponen RPP Merdeka Belajar: tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan asesmen pembelajaran.

Berikut ini contoh RRP tersebut.  Silakan di cermati Semoga bermanfaat

Salam sukses bagi kita semua

RENCANA  PELAKSANAAN  PEMBELAJARAN (RPP)

JARAK  JAUH

 

Satuan Pendidikan      :  SMKN 1 Cipaku

Mata Pelajaran            :  Dasar Pengendalian Mutu Hasil Pertanian

Kelas/ Semester          :  X / Ganjil

Materi Pokok              :  Teknik Bekerja Secara aseptis

Sub Materi                  :  Sterilisasi (bahan, alat, ruang, pekerja)

Alokasi Waktu            :  180 menit

 

TUJUAN  PEMBELAJARAN 

1.      Mengidentifikasi kegiatan yang termasuk dalam Teknik bekerja secara aseptis dengan teliti dan penuh tanggungjawab

2.      Melaksanakan proses sterilisasi secara sederhana dengan teliti dan tanggung jawab

 

KEGIATAN  PEMBELAJARAN 

1.      Memberi salam dan menanyakan tentang keadaan peserta didik

2.      Mengajukan pertanyaan pertanyaan tentang  materi yang telah didapat terkait dengan materi yang akan disampaikan

3.      Memberi motivasi kepada peserta didik tentang pentingnya materi yang akan dipelajari dalam praktik kehidupan sehari-hari.

4.      Peserta didik diminta untuk mencermati (mengamati) tayangan gambar dan video tentang sterilisasi

5.      Peserta didik diberikan beberapa pertanyaan yang harus dicari pemecahannya

6.      Peserta didik diminta untuk bekerja secara berkelompok untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan yang telah diberikan baik secara internal maupun eksternal (menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi)

7.      Peserta didik diminta untuk bekerja secara berkelompok dan menghargai usaha setiap anggota kelompok (mengeksplorasi, mengasosiasi)

8.      Peserta didik bertukar buku/ referensi dalam menyelesaikan masalah dalam kelompok (mengkomunikasikan)

9.      Menuliskan jawaban dari pertanyan pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan hasil kerja kelompok (mengasosiasikan, mengkomunikasikan)

10.  Peserta didik yang telah ditunjuk oleh kelompoknya untuk menjadi juru bicara menyampaikan hasil kerja kelompoknya (mengkomunikasikan)

11.  Peserta didik lainnya mendengarkan dan memberi tanggapan (mengamati dan menanya)

12.  Peserta didik melakukan analisis terhadap hasil kerja kelompoknya berdasarkan informasi yang ditayangkan oleh guru (mengasosiasi)

13.  Peserta didik diberi pertanyaan terkait masalah- masalah yang perlu dijelaskan ulang (mengkomunikasikan)

 

ASESMEN PEMBELAJARAN

1.      Mengidentifikasi kegiatan yang termasuk dalam kegiatan bekerja secara aseptis dengan teliti dan penh rasa tanggung jawab

2.      Melaksanakan proses sterilisasi secara sederhana dengan teliti dan tanggung jawab

 

Ciamis, 23 November 2020

Guru Mata Pelajaran

 

 

 

Nurhamid, S.TP

Friday 9 October 2020

Peralatan Non Gelas

 

Materi :  Mengidentifikasi peralatan Laboratorium

Mata Pelajaran : Dasar Pengendalian Mutu Hasil Pertanian

 

Kali ini akan saya uraikan peralatan dasar laboratorium yang tergolong ke dalam peralatan non gelas. Materi ini adalah lanjutan dari materi pada pertemuan sebelumnya  mengenai Peralatan laboratorium yang berupa Peralatan Gelas.

Peralatan dasar laboratorium yang termasuk peralatan non gelas antara lain adalah timbangan, penjepit, statif, autoklaf, laminar flow cabinet, sentrifuse, inkubator dan peralatan inokulasi.

1.    Timbangan

Timbangan digunakan untuk menimbang sampel. Alat ini memiliki kemampuan dan ketelitian penimbangan yang bervariasi. Dalam laboratorium timbangan yang digunakan ada dua yaitu timbangan kassar dan timbangan analitik.




2.    Penjepit

Alat ini digunkan untuk menjepit.  Bahan yang digunakan dapat berupa logam, karet, plastik atau kombinasi ketiganya. Bentuk dan fungsi penjepit bermacam-macam  sesuai dengan alat yang akan dijepitnya.



3.    Statif

Fungsi utama statif adalah untuk memasang penjepit buret atau peralatan gelas lainnya pada saat titrasi atau sterilisasi.  Bahan statif dapat terbuat dari besi atau besi anti karat.



4.    Autoklaf

Autoklaf adalah alat yang dapat memanipulasi lingkungan sehingga tercipta lingkungan sesuai keinginan. Autoklaf paling sederhana hanya mengatur suhu lingkungan, sedangkan autoklaf paling canggih dapat mengatur tekanan, kelembapan udara dan aliran oksigen. Autoklaf dapat digunakan untuk membunuh mikroba (sterilisator) atau menumbuhkan mikroba (incubator).



5.    Laminar flow kabinet

Ruang laminar (laminar cabinet) adalah ruangan yang kondisi lingkungannya dapat diatur, sehingga akan tercipta kondisi ruangan sesuai yang dikehendaki.  Pengaturan ini dilakukan melalui pengaturan tombol pengaturan udara dan saringan udara. Ruang laminar digunakan sebagai ruang untuk meninokulasi, menginkubasi atau memanen mikroba.



6.    Sentrifuse

Alat ini berfungsi untuk memisahkan komponen zat dalam suspensi berdasarkan perbedaan berat jenisnya.  Jika suspensi diputar dalam sentrifuse dengan kecepatan dan lama tertentu, maka komponen yang ada dalam suspensi akan terpisah.  Abgian yang paling berat ada di paling bawah, sedangkan yang ringan di bagian atas.



7.    Inkubator

Addalah wadah yang berfungsi untuk menginkubasi mikroba.  Suhu dalam inkubator dapat dikendalikan melalui elmen pemanas yang dihubungkan dengan alat pengatur, sehingga tercipta suhu lingkungan yang stabil.



8.    Peralatan inokulasi

Adalah peralatan yang digunakan untuk menginokluasi mikroba yang terbuat dari besi atau gelas.  Bentuk peralatan ini panjang dengan ujung lurus atau bulat.

 


Monday 6 April 2020

Jenis-jenis Pengujian Organoleptik


Jenis-jenis Pengujian Organoleptik

Pengujian organoleptic adalah cara pengujian dengan menggunakan alat indera untuk tujuan tertentu. Pada bidang pangan uji organoleptic ditujukan untuk membedakan beberapa produk sejenis, bisa juga untuk mngetahui tingkat keukaan terhadap suatu produk, bahkan untuk mengetahui besarnya kesan terhadap suatu produk.
Berdasarkan tujuan diadakannya uji organoeleptik maka  Cara-cara pengujian organoleptik dapat digolongkan dalam beberapa kelompok:
   1. Kelompok Pengujian Pembedaan (Defferent Test)
    2.   Kelompok Pengujian Pemilihan/Penerimaan (Preference Test/Acceptance Test)
     3.  Kelompok Pengujian Skalar
4. Kelompok Pengujian Diskripsi

Kelompok uji pembedaan dan uji pemilihan : banyak digunakan dalam penelitian analisa proses dan penilaian hasil akhir. Kelompok uji skalar dan uji diskripsi : banyak digunakan dalam pengawasan mutu (Quality Control).
Hal penting dalam uji pemilihan dan uji skalar : diperlukan sampel pembanding. Yang perlu diperhatikan bahwa yang terutama dijadikan faktor pembanding adalah satu atau lebih sifat sensorik dari bahan pembanding itu. Jadi sifat lain yang tidak dijadikan faktor pembanding harus diusahakan sama dengan contoh yang diujikan. Biasanya yang digunakan sebagai sampel pembanding adalah komoditi baku, komoditi yang sudah dipasarkan, atau bahan yang telah diketahui sifatnya.
1) Pengujian Pembedaan (Defferent Test)
Pengujian pembedaan digunakan untuk menentukan apakah ada perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua sampel/contoh. Meskipun dapat saja disajikan beberapa sampel sekaligus, tetapi selalu ada dua sampel yang dipertentangkan.
Uji ini juga dipergunakan untuk menilai pengaruh beberapa macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan suatu industri, atau untuk mengetahui adanya perbedaan atau persamaan antara dua produk dari komoditi yang sama. Misalnya ada tidaknya pengaruh penambahan /pengurangan bahan tertentu pada suatu produk dalam proses modifikasi produk pangan.
Sehingga  agar efektif sifat atau kriteria yang diujikan harus jelas dan dipahami panelis. Keandalan (reliabilitas) dari uji pembedaan ini tergantung dari pengenalan sifat mutu yang diinginkan, tingkat latihan panelis dan kepekaan masing-masing panelis. Pengujian pembedaan ini meliputi :
a) Uji pasangan (Paired comparison atau Dual comparation)
b) Uji segitiga (Triangle test)
c) Uji Duo-Trio
d) Uji pembanding ganda (Dual Standard)
e) Uji pembanding jamak (Multiple Standard)
f) Uji Rangsangan Tunggal (Single Stimulus)
g) Uji Pasangan Jamak (Multiple Pairs)
h) Uji Tunggal

2) Pengujian Pemilihan/Penerimaan (Preference Test/Acceptance Test)
Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau qualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensoris atau qualitas yang dinilai. Uji penerimaan lebih subyektif dari uji pembedaan.
Tujuan uji penerimaan ini untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat/ konsumen. Uji ini tidak dapat untuk meramalkan penerimaan dalam pemasaran. Hasil uji yang menyakinkan tidak menjamin komoditi tersebut dengan sendirinya mudah dipasarkan
Beberapa perbedaan antara uji pembedaan dan uji penerimaan antara lain :
Uji Pembedaan
1. Dikehendaki panelis yang peka
2. Menggunakan sampel baku / sampel pembanding.
3. Harus mengingat sampel baku/ sampel pembanding

Uji Penerimaan
1. Dapat menggunakan panelis yang belum berpengalaman
2. Tidak ada sampel baku / sampel pembanding
3. Dilarang mengingat sampel baku/ sampel pembanding

Uji penerimaan ini meliputi :
a) Uji kesukaan atau uji hedonik : pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi suka atau tidak suka, disamping itu juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan disebut juga skala hedonik. Skala hedonik ditransformasi ke dalam skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik tersebut dapat dilakukan analisa statistik.
b) Uji mutu hedonik : pada uji ini panelis menyatakan kesan pribadi tentang baik atau buruk (kesan mutu hedonik). Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari kesan suka atau tidak suka, dan dapat bersifat lebih umum.

3) Pengujian Skalar
Pada uji skalar penelis diminta menyatakan besaran kesan yang diperolehnya. Besaran ini dapat dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam bentuk skala numerik. Besaran skalar digambarkan dalam: pertama, bentuk garis lurus berarah dengan pembagian skala dengan jarak yang sama. Kedua, pita skalar yaitu dengan degradasi yang mengarah (seperti contoh degradasi warna dari sangat putih sampai hitam). Pengujian skalar ini meliputi :
a) Uji skalar garis
b) Uji Skor (Pemberian skor atau Scoring)
c) Uji perbandingan pasangan (Paired Comparation) : prinsip uji ini hampir menyerupai uji pasangan. Perbedaannya adalah pada uji pasangan pertanyaannya ada atau tidak adanya perbedaan. Sedang pada uji perbandingan pasangan, pertanyaanya selain ada atau tidak adanya perbedaan, ditambah mana yang lebih, dan dilanjutkan dengan tingkat lebihnya.
d) Uji perbandingan jamak (Multiple Comparision) : prinsipnya hampir sama dengan uji perbandingan pasangan. Perbedaannya pada uji perbandingan pasangan hanya dua sampel yang disajikan, tetapi pada uji perbandingan jamak tiga atau lebih sampel disajikan secara bersamaan. Pada uji ini panelis diminta memberikan skor berdasarkan skala kelebihannya, yaitu lebih baik atau lebih buruk.
e) Uji penjenjangan (uji pengurutan atau Ranking) : uji penjenjangan jauh berbeda dengan uji skor. Dalam uji ini komoditi diurutkan atau diberi nomor urutan, urutan pertama selalu menyatakan yang paling tinggi. Data penjenjangan tidak dapat diperlakukan sebagai nilai besaran, sehingga tidak dapat dianalisa statistik lebih lanjut, tetapi masih mungkin dibuat reratanya.

4) Pengujian Diskripsi
Pengujian-pengujian sebelumnya penilaian sensorik didasarkan pada satu sifat sensorik, sehingga disebut “penilaian satu demensi”. Pengujian ini merupakan penilaian sensorik yang didasarkan pada sifat-sifat sensorik yang lebih kompleks atau yang meliputi banyak sifat-sifat sensorik, karena mutu suatu komoditi umumnya ditentukan oleh beberapa sifat sensorik. Pada uji ini banyak sifat sensorik dinilai dan dianalisa sebagai keseluruhan sehingga dapat menyusun mutu sensorik secara keseluruhan. Sifat sensorik yang dipilih sebagai pengukur mutu adalah yang paling peka terhadap perubahan mutu dan yang paling relevan terhadap mutu. Sifat-sifat sensorik mutu tersebut termasuk dalam atribut mutu.
Baca juga Keuntungan Uji Organoleptik DI SINI
Atau Tentang Jenis Pengujian Organoleptik dengan cara KLIK DI SINI

Seleksi dalam Penentuan Panelis



Untuk mendapatkan panelis yang diinginkan maka perlu dilakukan pemilihan panelis berdasarkan pada kriteria dan persyaratan tertentu.  Dengan demikian akan diperoleh panelis dengan kemampuan sesuai dengan kebutuhan uji organoleptic yang akan dilakukan.
Proses seleksi penentuan panelis dilakukan dengan dua tahap; yaitu tahap pertama untuk menentukan kandidat panelis dan tahap edua untuk menentukan panelis.   Kandidat panelis yang dipilih pada tahap awal hanya dilakukan dengan wawancara atau kuisioner mengenai beberapa kriteria (missal; jenis kelamin, status social, status ekonomi, umur, tingkat Pendidikan, apakah menyukai bahan pangan yang akan diujikan, apakah aergi terhadap bahan pangan yang akan diujikan, memiliki kebiasaan merokok, dan sebagainya).
Hasil seleksi tahap pertama diperoleh tiga katagori yaitu;
1.       Memiliki potensi baik sebagai panelis
2.       Tidak berpotensi
3.       Siap untuk seleksi tahap kedua
Pada seleksi tahap ke dua ditjukan untuk menentukan kemampuan kandidat panelis sepagai panelis. Pada tahap kedua ini panelis di seleksi tingkat kepekaannya, terutama terhadap bahan pangan yang akan diujikan.  Hal ini berdasarkan pertimbangan untuk mendapatkan hasil analisis organoleptic yang baik diperlukan panelis dengan kepekaan yang cukup tinggi terhadap karakteristik organoleptic bahan yang diujikan.

Ada beberapa metode pengujian  kepekaan panelis, yaitu;
1.       Pengujian nilai ambang batas rasa manis (Thresold Test)
Kepada kandidat panelis diberikan satu seri larutan gula dengan konsentrasi  berkisar 0% sampai 1 %.  Selanjutnya panelis dipersilahkan untuk menentukan sampel mana yang masih terasa manis. Dari hasil tersebut diperoleh kandidat mana yang memiliki kepekaan lebih baik.
2.       Uji Triangle
Setiap kandidat panelis diberikan sepasang sampel untuk diamati.  Pengamatan diulang sebanyak 10 kali dalam waktu yang berbeda.  Hasil yang diperoleh dari semua kandidat panelis di ranking.  Bila jawaban yang benar minimal mencapai 60%, berarti kandidat tersebut memenuhi syarat untuk tahap berikutnya.
3.       Range Methode
Kandidat panelis diberikan satu seri sampel  yang bervariasi.  Kemampuan memberikan penilaian secara benar terhadap sampel merupakan petunjuk untuk menentukan kandidat panelis.
Selanjutnya perlu dilakukan uji konsistensi terhadap panelis, artinya apakan kemampuan panelis dalam menilai karakteristik bahan pangan selalu baik (konstan) atau berubah-ubah.  Metode untuk menguji konsistensi panelis sudah tersedia dan dapat dipilih sesuai kebutuhan.

Tahap terakhir dalam menetapkan kemampuan panelis adalah menetapkan jenis bahan pangan yang akan digunakan dalam pengujian kemampuan panelis. Jenis bahan pangan yang akan digunaan sebaiknya sudah diketahui karakteristiknya sehingga data hasil pengujian akan mudah dalam proses analisisnya dalam menentukan kemampuan panelis tersebut.

Kandidat yang berhasil melewati seleksi selanjutnya dilakukan pelatihan  (training).   Tujuan dilakukannya pelatihan adalah;
a.       Membiasakan panelis dalam melaksanakan uji organoleptic
b.       Meningkatkan kemampuan panelis dalam mengenal dan mengidentifikasi sifat inderawi
c.       Meningkatkan sensitivitas dan daya ingat panelis
d.       Menyamakan pandangan dari masing-masing panelis terhadap sifat yang akan dinilai, kriteria dan metode yang digunakan, serta memperkecil perbedaan diantara panelis dalam memberikan penilaian.
Demikan lah tahapan - tahapan dalam menyeleksi calon seorang panelis dalam keperluan analisis organoleptic.  Semoga bermanfaat.




Saturday 4 April 2020

Mengenal Panelis Uji Organoleptik



Panelis merupakan kompenen utama dalam analisis organoleptic, sehingga penggunaan panelis secara benar akan memberikan hasil yang baik.

Semua orang dapat menjadi panelis.  Namun kemampuan setiap orang untuk menjadi panelis berbeda-beda.   Menurut Muhandri dan Kadarisman (2006) telah membagi panelis menjadi tujuh (7) kelompok, yaitu;
1.       Panel perorangan
Yaitu panelis yang sangat ahli dan memiliki kepekaan sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau pelatihan-pelatihan intersif.  Untuk menguji secara organoleptic dan mengambil kesimpulan cukup menggunakan panelis perorangan.
2.       Panel terbatas
Yaitu paenlis yang memiliki kepekaan tinggi dan mengenal dengan baik factor-faktor dalam penilaian organoleptic.  Jumlah panel terbatas yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam uji organoleptic sebanyak 3-5 orang.
3.       Panel terlatih
YAITU panelis yang memiliki kepekaan cukup baik.  Untuk menjadi panelis terlatih harus melalui seleksi dan latihan.  Panelis telatih dapat menilai beberapa karakteristik bahan uji namun tidak spesifik, sehingga perlu melibatkan 15-25 orang dalam pengujian organoleptic dan keputusan diambil melalui analisis statistic.
4.       Panel agak terlatih
Yaitu panelis yang dipilih dari kalangan terbatas berdasarkan pengujian terhadap tingkap kepekaanya. Sebelum pelaksaannya, panelis ini dilatih terlebih dahulu untuk mengetahui sifat sensori tertentu. Jumlah panelis yang dibutuhkan 15-25 orang dan keputusan diambil berdasarkan hasil analisis statistic.
5.       Panel tidak terlatih
Yaitu panelis yang dipilih berdasarkan jenis kelamin, umur, tingkat social, suku dan sebagainya.  Panelis ini hanya boleh dilibatkan pada pengujian yang sederhana, misalnya uji kesukaan terhadap suatu produk.  Jumlah panelis yang dibutuhkan sebanyak 25 orang dengan perbandigan pria: wanita 1:1.
6.       Panel konsumen
Yaitu panelis yang sangat umum dimana pemilihannya hanya didasarkan pada daerah geografis atau kelompok tertentu. Jumlah yang dibutuhkan antara 30 – 100 orang panelis. Bahkan bisa lebih
7.       Panel anak-anak
Yaitu panelis yang berusia 3- 10 tahun. Panelis ini digunakan untuk menguji tingkat kesukaan terhadap produk yang memang ditujukan untuk anak-anak, misalnya permen atau es krim.

Perbedaan kemampuan inilah yang membedakan jumlah panelis yang digunakan.  Sebagai contoh unutk mengetahui tingkat penerimaan masyarakat terhadap sosis ikan diperlukan riset pasar yang melibatkan panelis biasa dengan jumlah besar (> 100 orang) , dengan menggunakan panelis semi  terlatih hanya butuh 15-25 orang, sedangkan dengan panelis terlatih hanya butuh 2-3 orang saja.
Untuk cara seleksi panelis dapat di KLIK DI SINI

Friday 3 April 2020

Keuntungan Uji organoleptik


Uji Organoleptik


Uji orgaoleptik merupakan uji terakhir yang dapat dilakukan setelah analisis fisik, analisis kiwiawi dan analisis biologis.  Pada prinsipnya uji ini menggunakan alat alat indera untuk melakukan pengujian terhadap mutu bahan pangan.  Karena menggunakan alat indera maka uji organoleptic di sebut juga uji inderawi.   Dalam uji ini juga melibatkan syaraf-syaraf dalam alat indera untuk merespon rangssangan yang ada , sehingga uji ini di sebut juga analisis sensorik.  Oleh karena menggunakan alat indera uji ini bersifat subyektif.
Saat ini analisis organoleptic sudah digunakan secara luas pada berbagai industry, termasuk industry bahan pangan.
Seperti halnya analisis yang lain, analisis organoleptic juga memiliki beberapa keuntungan, diantaranya ialah;
  1. Dapat mengukur tingkat kesukaan terhadap suatu produk
  2. Dapat membantu konsumen untuk menentukan pilihan terhadap mutu produk
  3. Dalam keadaan dimana alat uji lain terbatas, analisis organoleptic dapat digunakan untuk nenentukan mutu.
  4. Hasil analisis organoleptic dapat diperoleh jauh lebih cepat dibandingkan dengan hasil pengujian lain.
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan analisis organoleptic, diantaranya; penentuan prosedur dan metode pengujian sampel, menentukan kriteia pengujian, menyiapkan lembar penilaian, menjelaskan instruksi pengujian
Selama peaksanaan analisis organoleptic perlu dilakukan penyiapan dan penyajian sampel, pemilihan dan penyiapan panelis

Thursday 2 April 2020

Produksi Nabati; Pengolahan Sayuran Kubis

      Dalam Kesempatan ini akan dikemukakan beberapa alternatif teknologi penanganan dan pengolahan yang dapat dilakukan pada komodoti hortikultura. Akan tetapi karena agroindustri hortikuktura ini ingin di daerah sentra produksi (desa), maka tidak semua alternatif teknologi tersebut dapat diterapkan.  
          Pemilihan teknologi bagi setiap komoditi yang sesuai untuk dilakukan di tingkat pedesaan di dasarkan atas : 
1. Produktifitas bahan baku yang cukup tinggi dan keterjaminan dalam kesinambungan suplai. 
2. Kesederhanaan teknologi sehingga mudah diaplikasikan. 
3. Jumlah investasi yang dibutuhkan tidak terlalu besar, sehingga memungkinkan untuk dilakukan oleh para pengusaha kecil (skala rumah tangga). 
4. Peralatan yang sederhana sehingga mudah dioperasikan oleh tenga kerja yang tidak terlalu terampil sekalipun. 
5. Peluang besar terhadap produk yang masih terbuka luas (baik di dalam negeri maupun di luar negeri). 

A. SAYUR-SAYURAN

          Beda halnya dengan buah-buahan, untuk sayur-sayuran boleh hampir-hampir dikatakan tidak ada produk olahannya yang telah mapan di Indonesia. Sayuran umumnya masih diperdagangkan dalam bentuk segar. Teknologi pengolahan yang diterapkan ialah fermentasi misal sayur asin dan pengeringan cabe kering, tong chai dll, yang sifatnya masih sangat terbatas. Penanganan yang kurang baik menyebabkan produk hortikultura terutama sayuran dan buah-buahan banyak kehilangan nilai ekonominya. Perlakuan yang cermat pada komoditi segar akan menambah “shelf life-time” (masa kesegaran) komoditi tersebut. 



          Selain dari pada itu kelebihan produksi pun misal dengan adanya masa panen raya, dimana biasanya komoditi dalam bentuk segar tidak dapat terserap semua, perlu dipikirkan penanganannnya. Dalam hal ini dirasa perlu untuk memikirkan teknologi terapan yang tepat guna, khususnya di daerah sentra produksi. Tepat, dalam arti dapat untuk menghasilkan suatu produk olahan yang potensial baik untuk dihasilkan maupun dipasarkan, disamping menguntungkan dari segi ekonomi. Beberapa alternatif Penanganan/Pengolahan bagi sayuran yang potensial, akan diuraikan sebagai berikut : 

 Kubis 

        Diantara sayuran jenis daun, kubis termasuk yang paling tahan lama. Walau demikian, seperti halnya produk hortikultura lainnya, masih tetap sangat terbatas masa simpannya. Penambahan daya simpan komoditi segar lebih ditekankan pada cara pengemasan dan cara transportasinya. Selain itu di luar negeri dikenal juga perlakuan dengan iradiasi. 
     Dalam hal pengolahan, sayuran daun seperti kubis memang agak sulit untuk diolah walau demikian bukan berarti sama sekali tidak dapat diolah. Alternatif pengolahannya meliputi : dikeringkan, di buat pikel (produk jadi atau setengah jadi), dibekukan, dikalengkan (siap makan) (lihat Gambar 1). Dari alternatif-alternatif tersebut serta mengingat potensi yang ada di daerah sentra industri saat ini, teknologi yang nampaknya memungkinkan untuk dikembangkan antara lain ialah : penanganan bentuk segar dan pembuatan pikel setengah jadi. Sedang pengeringan dan pengalengan dapat dilakukan dengan mendirikan pabrik kelas menengah. 

Penanganan Segar 

          Pemanenan dan penanganan hasil penen perlu dilakukan dengan cermat dan hatihati. Perlakuan yang kasar akan menimbulkan memar dan mempermudah kebusukan. Pengemasan yang umum dilakukan untuk tingkat eceran ialah dengan menggunakan “perforated polypropylene” (poli[ropilen berpori). Untuk borongan/grosir, seperti halnya Jepang, dapat digunakan “plastic netbags” (kantong jaring). Akhir-aknir ini dipopulerkan juga sistem MAC (Modified Atmosphere Container) dan CAP (Control Atmosphere Packaging) yang memungkinkan produk segar yang dikirim ke tempat jauh tetap dalam keadaan segar. Penanganan dalam suhu rendah pun (jangan sampai beku) dapat memperpanjang kesegaran komoditi dan mengurangi penyusutan berat. 

Pikel Jadi 

      Pikel buah-buahan atau sayuran yang diawetkan dalam vinegar (larutan cuka), baik dengan maupun tanpa penambahan rempah-rempah. Pikel ini dapat tanpa fermentasi, setengah terfermentasi, atau terfermentasi lengkap. Ada beberapa jenis pikel yang umumnya dapat digolongkan sebagai “Dills pickles”, “Sour pickles” dan “Sweet pickles”. 
         Masing-masing pikel ini mempunyai ciri-ciri serta cita rasa yang agak berlainan. Pemikelan pada kubis dapat dilakukan dengan merajang kubis pengasaman dengan asam sitrat dan/atau larutan cuka sampai mencapai 0,5 s/d 0,7 % asam dihitung sebagai asam laktat, lalu dilakukan penambahan gula secukupnya (5 – 10% gula), lalu “blanching”dengan cara memanaskan sampai suhu 75 – 77 oC selama beberapa menit. Pelakuan selanjutnya yang umum dilakukan ialah menempatkan pada wadah gelas dengan cara : pertama-tama mengisikan sedikit larutan terlabih dahulu, baru kemudian mengisikan kubis yang telah diblanching tadi, selanjutnya dipenuhi kembali dengan larutan sampai 1 cm di bawah permukaan (sisakan ruang kosong untuk “head space”). Selesai pengisian, tutup wadah lalu pasteurisasi dengan cara memanaskan sampai suhu pada tengah wadah mencapai 71 oC selama 15 menit atau 74 oC selama 20 menit,dan dikeringkan dengan cepat sampai suhu mencapai di bawah 37 oC. 

 Pikel setengah jadi 

       Konsumsi pikel sayuran di dalam negeri memang sangat terbatas, tetapi di luar negeri seperti Korea dalam bentuk “kimchi”, Jepang dalam bentuk “tsukemono”, Eropa dalam bentuk “sauerkraut” merupakan konsumsi sehari-hari yang tidak bisa diabaikan jumlahnya. Oleh karena itu pembuatan kubis pikel setengah jadi sebagai pensuplai bahan baku ke negara-negara tersebut dapat diharapkan menjadi produk ekspor non migas yang mempunyai prospek baik. 
       Pikel setengah jadi dapat disiapkan dengan cara merendam lembaran-lembaran daun kubis yang telah dicuci bersih terlebih dahulu ke dalam larutan garam dengan konsentrasi tertentu sesuai dengan keasinan dan keawetan yang dikehendaki. Sebelum direndam, dapat juga dilakukan blanching (pencelupan dalam air atau uap panas), untuk menginaktifkan enzim-enzim. Penggaraman dapat juga dilakukan dengan cara pelumuran saja. 

 Pengalengan 

        Pengalengan merupakan cara pengolahan untuk mendapatkan produk awet yang tahan lama dengan perlakuan panas. Selain pengalengan suatu jenis komoditi di dalam larutan garam, sayuran dapat diolah bersama dengan sayuran lain menjadi suatu produk siap makan. 
      Prinsip pengalengan ialah menempatkan produk dalam wadah yang tahan panas serta dapat ditutup rapat, kemudian diberi perlakuan pemanasan pada temperatur tertentu dalam jangka waktu tertentu pula dengan tujuan membunuh mikroba yang merugikan. 
     Tahap pengalengan kubis meliputi : persiapan (pencucian, penaburan garam, pembungkusan dengan kain saring, blanching dengan cara perebusan selama 10 menit), pengisian ke wadah penambahan larutan garam 2 % yang telah disaring terlebih dahulu sampai 1 cm di bawah permukaan, penghilangan udara dengan cara pemanasan dalam air mendidih, segera dilanjutkan dengan “sealing” (penutupan wadah), dan terakhir ialah sterilisasi  dalam “retort” pada suhu 116 oC selama 30 – 60 menit tergantung dari wadah yang digunakan. 

Pengeringan 

        Produk sayuran kering banyak digunakan akhir-akhir ini, terutama pada produkproduk instant. Cara pengeringan yang terbaik ialah dengan menggunakan “freezedryer”, karena dihasilkan produk kering yang mendekati komoditi segar bila direhidrasi (dibasahkan) kembali. Hanya saja, untuk cara ini masih diperlukan peralatan dan biaya operasional yang relatif tinggi. Produk “freeze drying” memang lebih diarahkan untuk produk ekspor. 
    Cara lain untuk pengeringan ialah dengan menggunakan sinar matahari, “hot airdryer” (pengeringan dengan udara panas), “far infra red-drier” (pengeringan dengan sinar infra red jauh). Tahap pengeringan pada sayuran yang umumnya dilakukan ialah : persiapan (pencucian, pengupasan dan pemotongan), blanching, sulfitrasi, (perendaman dalam larutan sulfit) dan terakhir ialah proses pengeringan. Pada kubis tidak dilakukan pengupasan, akan tetapi setelah pencucian dilakukan pembuangan “hati” (bagian tengah kubis yang keras) lalu dilanjutkan dengan perajangan memanjang selebar 4 s/d 8 cm. Tahap selanjutnya adalah perlakuan blanching dalam air selama 5 –  6 menit, kemudian dilakukan sulfitasi dengan cara merendam kubis dalam larutan 0.25% kalium metabisulfit selama 10 menit dengan perbandingan bahan dan larutan sebagai 1 : 2. 

Pembekuan 

     Kebalikan dari pengalengan, pembekuan merupakan cara pengawetan produk dalam menggunakan suhu rendah. Pembekuan dapat mematikan beberapa jenis mikroba yang merugikan bahkan kadang sampai lebih dari 90 % yang dapat terhilangkan. Produk jadinya pun tetap memerlukan perlakuan pendinginan. Penanganan cara ini agak merepotkan serta memerlukan biaya operasional yang relatif mahal. Perlakuan pembekuan dapat dilakukan terhadap komoditi tunggal dan juga dapat beberapa produk campuran dari berbagai jenis sayuran yang siap digunakan. Produk yang terakhir ini banyak digemari akhir-akhir ini karena praktis. 
       Tahap-tahap pembekuan meliputi : persiapan (sama halnya dengan pengeringan), blanching dan pembekuan dengan “quick-freezing” (pembekuan cepat) pada “blastfreezer” (freezer dengan suhu sangat rendah). Semakin cepat proses pembekuan, semakin bagus mutu produk yang dihasilkan, terutama setelah di “thawing” kembali (pencairan). Perlakuan pendahuluan dengan bahan-bahan tambahan seperti alkali metabisulfit, magnesium hiroksida dapat juga memperbaiki mutu produk dari komoditi-komoditi tertentu. 


JENIS DAN TUJUAN PROSES TERMAL

JENIS DAN TUJUAN PROSES TERMAL Ada beberapa jenis proses pemanasan yang umum diterapkan dalam proses pengalengan pangan, seperti blansir...