Thursday 7 September 2023

JENIS DAN TUJUAN PROSES TERMAL

JENIS DAN TUJUAN PROSES TERMAL Ada beberapa jenis proses pemanasan yang umum diterapkan dalam proses pengalengan pangan, seperti blansir, pasteurisasi, sterilisasi dan hot-filling. Dari keempat proses pemanasan tersebut, blansir biasanya bagian dari proses pengalengan sebelum dilakukan proses termal dan bertujuan bukan untuk proses pengawetan. Blansir Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam proses pengalengan makanan buah dan sayuran dengan tujuan untuk memperbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan. Dengan demikian, proses blansir bukan ditujukan untuk proses pengawetan. Tujuan perlakuan blansir terutama adalah untuk : (i) menginaktifasi enzim, (ii) mengurangi jumlah mikroba awal (terutama mikroba pada permukaanbahan pangan, buah dan sayuran), (iii) melunakkan tekstur buah dan sayuran sehingga mempermudah proses pengisian buah/sayuran dalam wadah (iv) mengeluarkan udara yang terperangkap pada jaringan buah/sayuran yang akan mengurangi kerusakan oksidasi dan membantu proses pengalengan denganterbentuknya head space yang baik. Buah dan sayuran segar mengandung enzim yangsering kali mengganggu selama penyimpanan produk. Selama penyimpanan produkbuah/sayur, beberapa enzim, seperti lipoksigenase, polifenolase, poligalakturonase dan klorofilase, akan menurunkan mutu sensori dan gizi produk. Dengan adanya proses blansir yang dilan-jutkan dengan proses pasteurisasi/sterilisasi makanan kaleng, maka enzim pun akan inaktif dan tidak mempengaruhi perubahan mutu produk selama penyimpanan. Di dalam proses blansir buah dan sayuran, terdapat dua jenis enzim yang tahan panas, yaitu enzim katalase dan peroksidase. Kedua enzim ini memerlukan pema-nasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim lain yang tersebut diatas. Baik enzim katalase maupun peroksidase tidak menyebabkan kerusakan padabuah dan sayuran. Namun karena sifat ketahanan panasnya yang tinggi, enzim katalase dan peroksidase sering digunakan sebagai enzim indikator bagi kecukupan proses blansir. Artinya, apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik. Pasteurisasi Proses pemanasan dengan pasteurisasi diberi nama dari nama ahli mikro-biologi Perancis, yaitu Louis Pasteur. Pada awalnya proses ini dikembangkan sebagai upaya untuk mencari metode pengawetan minuman anggur (wine). Pas-teur menunjukkan bahwaproses pembusukan pada minuman anggur dapat dicegah jika anggur tersebut dipanaskan pada suhu 60oC selama beberapa waktu. Namun demikian, dalam perkembangannya, proses pasteurisasi lebih banyak diaplikasikan untuk proses pengolahan susu. Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100oC) dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah pasteurisasi). Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi mikro-organisme, namun pasteurisasi ini sering diaplikasikan terutama jika: (1) Dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebab-kan terjadinya kerusakan mutu (misalnya pada susu), (2) Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroorga-nisme patogen (penyebab penyakit, misalnya pada susu) atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat merusak mutu (misalnya pada saribuah), (3) Diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (misalnya khamir/ragi pada sari buah), (4) Akan digunakan cara atau metode pengawetan lainnya yang dikombinasikan dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa mikroorganisme yang masih ada setelah proses pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan tersebut (misalnya pasteurisasi dikombinasikan dengan pendinginan, penge-masan yang rapat tertutup, penambahan gula dan/atau asam, dan lain-lain). Secara umum tujuan utama pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentuk toksin dan pembusuk. Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi adalah bakteri penyebab penyakit, seperti Mycobacterium tuberculosis (penyebab penyakit TBC), Salmonella (penyebab kolera dan tifus) serta Shigella dysenteriae (penye-bab disentri). Di samping itu, pasteurisasi juga dapat memusnahkan bakteri pembusuk yang tidak berspora, seperti Pseudomonas, Achromobater, Lacto-bacillus,Leuconostoc, Proteus, Micrococcus dan Aerobacter serta kapang dan khamir. Dengan demikian, dapat disimpulkan bawa proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora), tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan dari proses pas-teurisasi ini dipengaruhi oleh bahan pangan, terutama nilai pH. Kon-disi dan tujuan pasteurisasi dari beberapa produk pangan dapat berbeda-beda, tergantung dari pH produk. Proses pasteurisasi dapat dilakukan pada kombinasi suhu dan waktu yang berbeda. Sebagai contoh, pasteurisasi susu dapat dilakukan dengan mengguna-kan metode sebagai berikut: (1) Long time pasteurization atau 'holder process', yaitu pada suhu 62.8oC-65.6oC selama 30 menit. (2) High temperature short time [HTST] pasteurization, yaitu pada suhu 73oC selama 15 detik. (3) Flash pasteurization, yaitu pada suhu 85oC-95oC selama 2-3 detik. Sterilisasi Komersial Pengertian steril absolut menunjukkan suatu kondisi yang suci hama,byaitu kondisi yang bebas dari mikroorganisme. Pada proses sterilisasi produk pangan, kondisi steril absolut sulit dicapai, karena itulah digunakan istilah sterilisasi komersial atau sterilisasi praktikal. Sterilisasi komersial yaitu suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dalam peri-ode waktu yang cukup lama sehingga tidak ada lagi terdapat mikroorganisme hidup. Pengertian sterilisasi komersial ini menunjukkan bahwa bahan pangan yang telah mengalami proses sterilisasi mungkin masih mengandung spora bakteri (terutama bakteri non-patogen), namun setelah proses pemanasan tersebut spora bakteri non-patogen tersebut bersifat dorman (tidak dalam kondisi aktif bereproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan kalau produk tersebut disimpan pada kondisi normal. Dengan demikian, produk pangan yang telah mengalami sterilisasi komersial akan mempunyai daya awet yang tinggi, yaitu beberapa bulan sampai beberapa tahun. Sterilitas komersial (menurut FDA) atau stabilitas penyimpanan (menurut USDA) adalah kondisi bebas dari mikroba yang dapat berkembang biak dalam makanan pada kondisi penyimpanan atau distribusi yang normal tanpa bantuan pendingin. Pada produk steril komersial yang berasam rendah, terdapat resiko kea-manan pangan yang cukup tinggi. Pada kondisi penyimpanan normal tanpa pen-dinginan, pangan berasam rendah yang belum mencapai kecukupan proses steril komersial akan beresiko ditumbuhi mikroba. Selain itu spora yang tertinggal di dalam makanan tersebut dapat bergerminasi kembali dan menyebabkan kebu-sukan atau kerusakan makanan. Di lain pihak penggunaan suhu yang tinggi pada proses sterilisasi produk pangan secara berlebihan, memungkinkan terjadinya kerusakan nilai gizi maupun organoleptik produk pangan tersebut, sehingga pro-ses sterilisasi komersial perlu dikontrol dengan baik. Produksi pangan steril komersial mencakup dua operasi yang esensial yaitu: (1) Bahan pangan harus dipanaskan secara cukup (pada suhu yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama) untuk memastikan bahwa kondisi steril komer-sial telah tercapai. (2) Pangan yang telah disterilisasi komersial harus dikemas dan ditutup dengan menggunakan wadah yang hermetik atau kedap udara (seperti kaleng, gelas, alumnium foil, retort pouch, dll), sehingga mampu mencegah timbul-nya rekontaminasi setelah produk tersebut disterilkan. Berdasarkan prosesnya, sterilisasi dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut: (1) Proses pengalengan konvensional, dimana produk dimasukkan dalam kaleng, lalu ditutup secara hermetis, dan setelah itu produk dalam kaleng dipanaskan/disterilisasikan dengan menggunakan retort. Setelah kecukupan panas yang diperlukan tercapai, produk dalam kaleng tersebut didinginkan. (2) Proses aseptis, yaitu suatu proses dimana produk dan kemasan disterilisasi secara terpisah, kemudian produk steril tersebut diisikan ke dalam wadah steril pada suatu ruangan yang steril. Berdasarkan penjelasan di atas, maka produk pangan steril komersial dapat didefinisikan sebagai produk pangan berasam rendah (low acid foods) yang telah mengalami proses pemanasan, sehingga bisa dipastikan bahwa produk tersebut telah bebas dari mikroba yang dapat berkembang biak dalam makanan pada kondisi penyimpanan atau distribusi yang normal tanpa bantuan pendingin. Istilah pangan steril komersial selama ini sering pula dikenal sebagai makanan dalam kaleng. Hot-filling Hot-filling adalah teknik proses termal yang banyak diterapkan untuk produk pangan berbentuk cair, seperti saus,jam, dan sambal. Dari segi tujuan proses, hot-filling banyak dilakukan untuk produk pangan yang memiliki pH ren-dah (pangan asam/diasamkan) untuk tujuan pasteurisasi. Pengertian hot-filling adalah melakukan pengemasan bahan dalam kondisi panas setelah proses pas-teurisasi ke dalam kemasan steril (misalnya botol atau gelas jar), lalu ditutup rapat (hermetis) dan didinginkan. Biasanya proses hot-filling dikombinasikan dengan teknik pengawetan lain, misalnya penambahan gula, garam, bahan peng-awet atau pendinginan. Di antara produk pangan yang dapat diproses dengan hot-filling adalah saus, sambal, jem, dsb.

JENIS DAN TUJUAN PROSES TERMAL

JENIS DAN TUJUAN PROSES TERMAL Ada beberapa jenis proses pemanasan yang umum diterapkan dalam proses pengalengan pangan, seperti blansir...