Sunday, 11 March 2018

Kode E-Number pada olahan pangan, betulkah indikasi halal haram


Kode E-number Bahan Tambahan Pangan, Bukan Indikasi Halal Haram



Seringkali isu mengenai kehalalan produk pangan dihubungkan dengan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dengan kode E-Number.  Contohnya, mungkin ada diantara kita yg pernah dapat pesan begini:

........Tolong disebarkan, untuk diketahui…!! KODE BABI PADA MAKANAN BERKEMAS!!!
Kode-kode di bawah ini, positif mengandung lemak babi: E100, E110, E120, E-140, E141, E153, E210, E213, E214, E216, E234,E252,E270, E280, E325, E326, E327, E337, E422, E430, E431, E432, E433, E434, E435, E436, E440, E470, E471, E472, E473, E474, E475, E476, E477, E478, E481, E482,E483, E491, E492, E493, E494, E495, E542, E570, E572, E631, E635, E904.......

Betulkah informasi yang beredar tersebut??? Apa sebetulnya yang dimaksud dengan Kode E-Numbers pada Pangan Olahan? Berikut penjelasan dari Badan POM:

E-numbers adalah kode yang digunakan untuk memudahkan identifikasi BTP yang telah terbukti aman dan secara resmi disetujui untuk digunakan pada produk pangan olahan sesuai dengan standard yang berlaku di Uni Eropa.  Ada 9 golongan E numbers, yaitu:
E100 – E199 (pewarna)
E200 – E299 (pengawet)
E300 – E399 (antioksidan dan pengatur keasaman)
E400 – E499 (pengental, penstabil dan emulsifier)
E500 – E599 (pengatur keasaman dan anti kempal)
E600 – E699 (penguat rasa)
E700 – E799 (antibiotik)
E900 – E999 (lain-lain)
E1000 – E1599 (bahan tambahan kimia lainnya)

BTP ada yang dibuat dari bahan organik (nabati/hewani), ada pula dari bahan anorganik (hasil sintesa bahan kimia).  Oleh karena itu, status kehalalan suatu BTP yang dinyatakan dalam E-numbers tergantung dari asal bahan baku yang dipakai.

Lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan suatu produk adalah halal atau haram adalah LPPOM Majelis Ulama Indonesia.  Suatu produk dapat mencantumkan logo halal pada kemasannya apabila telah mempunyai sertifikat halal dari LPPOM Majelis Ulama Indonesia.

Sebelum mengeluarkan sertifikat halal, LPPOM Majelis Ulama Indonesia akan melakukan audit terhadap semua kandungan produk, termasuk BTP, dan proses pembuatannya, Auditor akan menelusuri asal bahan tersebut, dan menentukan apakah bahan yang digunakan termasuk halal atau haram.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kode E-numbers tidak merujuk pada kehalalan BTP, tetapi menunjukkan BTP apa yang digunakan dalam produk pangan tersebut, suatu produk dapat dinyatakan halal apabila telah mencantumkan logo halal pada kemasannya.entu tidak dapat dijadikan petunjuk apakah BTP tersebut halal atau haram.  Misalnya kode E101 untuk pewarna kuning riboflavin, jika 100% berasal dari produk nabati maka BTP tersebut halal, tetapi jika berasal dari hati atau ginjal babi atau hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i, maka BTP tersebut haram.

Lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan suatu produk adalah halal atau haram adalah LPPOM Majelis Ulama Indonesia.  Suatu produk dapat mencantumkan logo halal pada kemasannya apabila telah mempunyai sertifikat halal dari LPPOM Majelis Ulama Indonesia.

Sebelum mengeluarkan sertifikat halal, LPPOM Majelis Ulama Indonesia akan melakukan audit terhadap semua kandungan produk, termasuk BTP, dan proses pembuatannya, Auditor akan menelusuri asal bahan tersebut, dan menentukan apakah bahan yang digunakan termasuk halal atau haram.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kode E-numbers tidak merujuk pada kehalalan BTP, tetapi menunjukkan BTP apa yang digunakan dalam produk pangan tersebut, suatu produk dapat dinyatakan halal apabila telah mencantumkan logo halal pada kemasannya.

Sumber : Dr. Elvira Syamsir dalam http://ilmupangan.blogspot.co.id/

Metode Penggorengan Deep Fat Frying


PENGGORENGAN DALAM MINYAK BERLEBIH (DEEP FAT FRYING)



      Penggorengan pada dasarnya merupakan proses pemanasan dengan menggunakan minyak goreng sebagai media penghantar panas. Ada berbagai teknik penggorengan seperti surface frying, shallow frying dan deep fat frying.  Deep fat frying merupakan satu teknik yang paling umum digunakan baik di rumah tangga, jasa boga maupun industri pangan. Produk gorengan sendiri sangat disukai konsumen karena tekstur dan citarasanya.

Proses penggorengan dengan sistim deep fat frying
      
     Deep fat frying  merupakan teknik penggorengan yang menggunakan minyak dalam jumlah banyak sehingga bahan makanan dapat terendam seluruhnya di dalam minyak, selama proses penggorengan berlangsung. Minyak goreng berfungsi sebagai media pemanas. Proses penggorengan berlangsung pada suhu di atas titik didih air, biasanya antara 170°C sampai 190°C. Panas yang dipindahkan dari minyak goreng ke makanan akan membantu dalam pembentukan warna dan flavor. Selama proses penggorengan, terjadi beberapa tahapan berikut:

ü   Penurunan suhu minyak goreng akibat dari masuknya makanan, sementara panas tambahan akan dipasok oleh sumber panas;
ü  Peningkatan suhu makanan yang digoreng;
ü  Perubahan air dipermukaan dan di bagian dalam makanan menjadi uap air;
ü  Pengeringan permukaan (pada produk tebal) atau seluruh bagian produk (pada produk tipis) karena penguapan air yang terjadi secara bersamaan dengan penyerapan minyak;
ü  Terjadinya reaksi antar komponen pangan yang bersama-sama dengan minyak akan membentuk warna, citarasa dan tekstur yang diinginkan.
Suhu proses penggorengan terutama ditentukan oleh karakteristik produk yang diinginkan disamping pertimbangan ekonomis. Suhu tinggi dapat digunakan jika ingin membuat produk gorengan dengan karakteristik permukaan yang kering sementara bagian dalamnya basah. Sebaliknya, jika seluruh bagian produk diinginkan kering selama proses penggorengan, maka suhu penggorengan harus lebih rendah agar air dapat diuapkan secara sempurna sebelum bagian permukaan kering dan membentuk kulit (crust).
Sementara itu, jika menggoreng makanan basah yang berpotensi untuk ditumbuhi mikroba patogen, suhu perlu diatur agar bagian pusat (tengah) produk telah memperoleh panas yang cukup untuk membunuh mikroba patogen tanpa merubah karakteristik sensori yang diinginkan. Dari aspek ekonomis, frekuensi penggantian minyak akan meningkat pada penggorengan dengan suhu tinggi. Hal ini karena suhu tinggi mempercepat kerusakan minyak goreng yang ditandai oleh perubahan warna, flavor dan kekentalan minyak.

Lama waktu penggorengan bervariasi antar makanan. Beberapa faktor penentu lamanya waktu penggorengan adalah jenis makanan yang digoreng, suhu proses penggorengan yang digunakan, ketebalan makanan yang digoreng dan karakteristik produk akhir yang diinginkan.

Perubahan produk selama proses penggorengan

Makanan yang digoreng akan mengalami beberapa perubahan baik perubahan kimia ataupun fisik, diantaranya pembentukan kulit (crust), perubahan citarasa, aroma, tekstur, warna, pengurangan kadar air, penyerapan minyak, kerusakan vitamin, gelatinisasi dan denaturasi/koagulasi protein. Secara sensori, produk gorengan bermutu baik akan memiliki warna kuning keemasan, aroma dan citarasa khas produk goreng dan tekstur yang renyah.
Lapisan kulit biasanya terbentuk dipermukaan produk gorengan berukuran tebal, yang disebabkan oleh penguapan air dan pengeringan di permukaan makanan. Lapisan kering tersebut akan membentuk tekstur renyah di permukaan produk gorengan. Sementara itu, pada produk yang tipis, penggorengan akan mengeringkan seluruh bagian produk sehingga didapatkan produk yang renyah.
Warna kuning keemasan pada produk gorengan disebabkan oleh reaksi pencoklatan non enzimatis yang berlangsung secara cepat di permukaan produk. Tekstur produk gorengan sangat dipengaruhi oleh reaksi gelatinisasi pati dan/atau denaturasi/koagulasi protein. Sementara itu, penyerapan minyak goreng yang berlangsung selama proses penggorengan menyebabkan kadar lemak produk akan lebih tinggi dibandingkan bahan awalnya. Penurunan kadar air produk gorengan sangat tergantung pada kadar air awal bahan dan ketebalan produk. Pada produk yang diiris tipis, kadar air produk gorengan bisa turun menjadi 2%. Pada produk yang relatif tebal, penurunan kadar air terutama terjadi di bagian permukaan sementara kadar air di bagian dalam masih relatif tinggi.
Kandungan zat gizi produk akan berubah karena proses penggorengan. Zat gizi yang tidak tahan panas seperti vitamin B1 (tiamin), vitamin C, vitamin E dan lain-lain akan rusak dan jumlahnya menurun akibat proses penggorengan. Walaupun demikian, perubahan ini sangat tergantung pada tebal produk dan laju penggorengan. Potongan yang tebal dan proses penggorengan cepat pada suhu tinggi akan menghambat perubahan pada bagian dalam sehingga akan lebih banyak zat gizi yang dapat dipertahankan.
Secara teori, penggorengan dalam minyak banyak akan menghasilkan produk dengan warna, aroma dan penampakan yang seragam karena menerima panas secara merata. Akan tetapi, ukuran produk perlu diperhatikan agar produk menerima panas secara seragam dan masak secara bersamaan. Keragaman dari ukuran makanan yang digoreng secara bersama-sama akan menyebabkan sebagian makanan mengalami over cooking, sebagian masak sempurna dan sebagiannya under cooking. Bentuk makanan yang digoreng juga perlu diperhatikan. Bentuk yang tidak merata cenderung untuk memerangkap minyak lebih banyak pada saat mereka diangkat dari penggorengan.

Perubahan minyak selama proses penggorengan

Ada banyak hal yang dialami oleh minyak goreng selama proses penggorengan diantaranya pemanasan yang dialami oleh minyak selama proses penggorengan, masuknya uap air, komponen larut lemak dan remah dari makanan ke dalam minyak, dan terjadinya kontak antara minyak dengan oksigen dari udara. Semua kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan pada minyak goreng. Kontak dengan oksigen pada suhu tinggi menyebabkan minyak goreng teroksidasi. Uap air dari makanan yang masuk ke dalam minyak selama proses penggorengan juga akan memicu rentetan reaksi kimiawi lemak. Begitupun dengan komponen larut lemak dan remah yang berasal dari makanan, akan berkontribusi terhadap kerusakan minyak goreng. Seberapa cepat terjadinya proses perubahan minyak sangat tergantung pada frekuensi penggunaan, jenis bahan yang digoreng dan suhu serta waktu penggorengan yang digunakan.
Beberapa komponen di dalam makanan yang digoreng akan berkontribusi pada laju kerusakan minyak goreng. Vitamin larut lemak yang lisis ke dalam minyak goreng akan menghambat atau mempercepat kerusakan minyak goreng tergantung pada sifat antioksidan atau prooksidannya. Kolesterol yang ada didalam bahan pangan hewani dapat lisis ke dalam minyak goreng selama proses penggorengan dan masuk ke dalam produk lain yang digoreng sesudahnya. Komponen pigmen dan atau hasil reaksi pencoklatan Maillard dapat memodifikasi ketahanan minyak terhadap oksidasi dan berkontribusi terhadap pencoklatan minyak. Komponen fenolik yang ada di dalam makanan atau di dalam rempah akan meningkatkan stabilitas minyak goreng selama penggorengan. Komponen volatil dari makanan dengan flavor yang kuat seperti ikan dan bawang akan berkontribusi terhadap pembentukan aroma menyimpang.
Secara fisik, minyak yang telah dipakai menggoreng atau minyak jelantah akan memiliki warna yang lebih gelap, kekentalan yang lebih tinggi dan kadang-kadang dengan flavor yang tidak menyenangkan. Perubahan warna, kekentalan dan flavor minyak pada akhirnya akan memberi efek negatif terhadap karakteristik makanan yang digoreng. Warna, penampilan dan aroma produk menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Minyak yang kental juga akan menurun kemampuannya untuk memanaskan produk dan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah minyak di permukaan maupun yang masuk ke dalam produk goreng. Selain itu, beberapa komponen hasil degradasi minyak selama pemanasan juga memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan. Karena itu, sangat dianjurkan untuk tidak menggunakan minyak yang telah mengalami perubahan fisik.

Mutu produk gorengan

Dengan penggunaan suhu yang tinggi, proses penggorengan tidak hanya memanaskan dan memasak makanan yang digoreng tetapi juga mengeringkannya. Proses pemanasan pada suhu tinggi akan membunuh mikroba dan menginaktivasi enzim yang ada di dalam makanan.
Tergantung pada tebal tipisnya makanan yang digoreng, pengeringan dapat mengeringkan bagian permukaan (untuk produk yang tebal) atau seluruh bagian produk (untuk produk yang tipis). Pada bagian yang kering, akan terjadi penurunan jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (dinyatakan sebagai nilai aw atau aktivitas air) dan kondisi ini menyebabkan terhambatnya pertumbuhan mikroba.
Faktor pembatas untuk penyimpanan produk gorengan adalah kadar air produk setelah proses penggorengan. Penyerapan air kembali setelah proses penggorengan akan menyebabkan kadar air produk meningkat dan produk kehilangan sifat renyahnya. Untuk memperpanjang umur simpannya, diperlukan kemasan yang dapat menghambat migrasi uap air ke dalam produk sehingga kadar air dapat dipertahankan.
Produk berukuran tebal yang digoreng tidak dapat bertahan lama jika disimpan di suhu ruang karena kadar air rendah hanya di permukaan produk sementara bagian dalam masih basah. Kondisi ini dapat memicu pertumbuhan bakteri patogen dan/atau pembusuk di bagian dalam produk. Untuk memperpanjang umur simpan dari produk gorengan seperti ini, maka penyimpanan dilakukan pada suhu tinggi (65°C) atau suhu rendah (suhu dingin (4°C) atau suhu beku (-18°C) jika diinginkan umur simpan yang lebih panjang).
Oksidasi lemak menjadi masalah lain selama penyimpanan produk gorengan. Masalah ini biasanya muncul pada produk snack (irisan tipis) atau produk gorengan yang disimpan beku. Pengemasan dengan menggunakan kemasan vakum dan/atau kemasan yang diisi gas inert seperti nitrogen dapat menghambat reaksi oksidasi lemak dan memperpanjang umur simpan produk.

Sumber : Dr. Elvira Syamsir dalam http://ilmupangan.blogspot.co.id/



Friday, 9 March 2018

PENGERTIAN HACCP




HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)

a. Latar Belakang

Kegiatan perdagangan bebas sudah meluas ke berbagai negara tanpa ada yang mampu menahannya.  Semua produk dari suatu negara dapat memasuki pasar negara lain.  Keadaan ini dapat menimbulkan masalah.  Salah satu masalah yang timbul dari kegiatan perdagangan bebas ini adalah menyebarnya bahaya yang terkandung dalam bahan atau produk pangan.  Kondisi ini telah meningkatkan pentingnya keamanan pangan.

Tuntutan masyarakat akan jaminan keamanan pangan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya tingkat kesadaran masyarakat mengenai pentingnya keamanan pangan yang akan dikonsumsinya.

Pendekatan tradisional yang selama ini dilakukan melalui pengawasan pangan yang mengandalkan pada uji produk akhir dapat dianggap telah gagal untuk mengatasi yang berkaitan dengan kemanan pangan.  Mutu produk pangan tidak dapat dijamin hanya dengan berdasar uji laboratorium saja.  Namun harus diawasi sejak pengadaan bahan baku, penanganan dan pengolahan hingga ke tangan konsumen.

Untuk mengatasi masalah di atas perlu dilakukan HACCP ( hazard analysis and critical control point).

b. Pengertian HACCP

HACCP merupakan sistem jaminan mutu yang diakui secara internasional berdasarkan kesadaran bahwa bahaya akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi pangan.  HACCP juga dapat diartikan sebagai konsep yang dapat diterapkan pada seluruh rantai makanan (food chain) dari produksi primer hingga konsumen akhir, dimana penerapannya dipandu oleh bukti-bukti ilmiah tentang resiko terhadap kesehatan manusia.

c.  Tujuan HACCP

HACCP ditujukan untuk menunjukkan letak potensi bahaya yang berasal dari bahan pangan dengan tujuan melindungi kesehatan konsumen.  letak potensi bahaya berhubungan dengan jenis bahan pangan yang diolah.

d.  Tahapan Pelaksanaan HACCP

Adapun tahap-tahap pelaksaan HACCP adalah sebagai berikut;
1. menusun tim HAACP
2. mendeskripsikan produk
3. mengidentifikasi tujuan penggunaan produk
4. menyusun alur proses
5. mengkonfirmasi alur proses dilapangan
6. menyusun daftar yang memuat semua potensi bahaya yang berhubungan pada masing-masing tahapan, melakukan analisis potensi bahaya dan mengendalikan potensi bahaya
7. menentukan titik-titik pengendalian kritis (CCP)
8. menentukan batas-batas kritis (CCP)
9. menentukan suatu sistem pengawasan untuk masing-masing CCP
10. menentukan upaya perbaikan
11. menyusun prosedur verifikasi
12. menyusun dokumentasi dan penyimpanan catatan

Pengertian Mutu dan kualitas, Penurunan Mutu dan Pencegahannya





MUTU BAHAN PANGAN

a.    Pengertian mutu dan kualitas
Menurut Kramer dan Twigg (1983), mutu adalah gabungan sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik.  Atribut tersebut meliputi parameter kenampakan, warna, tekstur dan rasa.
Mutu juga dapat diartikan sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standard an spesifikasi terutama sifat organoleptiknya (Hubeis, 1984).
Mutu juga dapat dianggap sebagai kepuasan (akan kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen.
Menurut Fardiaz (1997), mutu didefinisikan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.
Karakteristik mutu bahan pangan dikelompokkan menjadi dua (2) yaitu:
1.    Karakter fisik/ tampak meliputi penampilan (warna ukuran, bentuk, cacat fisik) dan kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi, flavor.
2.    Karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.
Sedangkan kualitas bahan pangan dapat dikatakan baik hanya karena karakter ukuran, jenis atau kesegarannya (memiliki satu sifat baik).
Pisang batu mempunyai kualitas baik untuk membuat rujak (satu sifat), namun pisang yang mempunyai mutu baik adalah pisang Cavendish ( karena memiliki sejumlah atribut baik seperti rasa manis, kulit mulus, bentuk menarik, tekstur daging buahnya lembut).

b.    Penurunan Mutu bahan Pangan
Bahan pangan setelah dipanen akan mengalami serangkaian proses perombakan yang mengarah ke penurunan mutu.  Ada tiga (3) factor yang mempengaruhi penurunan mutu bahan pangan, yaitu;
1.    Kerusakan fisik
Kerusakan fisik dapat disebabkan oleh perlakuan fisik seperti terbanting, tergencet atau terluka.  Perlakuan tersebut dapat menyebabkan terjadinya memar (seperti pada buah dan sayur), luka (seperti pada ikan saat ditangkap) dan adanya benda asing (adanya rambut, pasir, batu, dsb).
2.    Kerusakan kimiawi
Penurunan kandungan senyawa kimia pada bahan pangan dapat terjadi pencucian dan pemanasan berlangsung.  Selama pencucian beberapa protein, vitamin B, C dan mineral akan larut air.
Kerusakan kimiawi dapat juga disebabkan oleh  autolysis, yaitu perombakan jaringan oleh enzim yang berasal dari bahan pangan tersebut.  Daging ikan yang mengalami autolysis jika ditekan akan terasa kurang elastic dan lama kembali ke bentuk semula.
Kerusakan kimiawi juga ddapat disebabkan karena oksidasi yang terjadi pada bahan pangan yang mengandung minyak/lemak. Selama penyimpanan lemak tidak jenuh akan mengalami proses oksidasi membentuk senyawa peroksida.
Kerusakan kimia yang lain adalah terjadinya Browning.  Reaksi browning terdiri dari empat tipe yaitu reaksi maillard, karamelisasi, oksidasi vitamin C dan pencoklatan oleh enzim fenolase. Reaksi maillard terjadi antara gugus asam amino bereaksi dengan gula pereduksi.  Karamelisasi terjadi jika karbohidrat dipanaskan.  Sedangkan browning oleh enzim fenolase umumnya terjadi pada buah dan sayur.
Selain diatas kerusakan kimia juga disebabkan oleh adanya senyawa kimia pencemar baik yang secara alami maupun sengaja ditambahkan.
3.    Kerusakan biologis
Kerusakan ini dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pathogen dan pembusuk baik jamur, khamir, bakteri.  Yang termasuk kerusakan biologis antara lain adalah;
a.    Burst belly
Tubuh ikan mengandung banyak mikroba terutama pada insang, kulit dan saluran pencernaan/ perut.  Jika tidak disiangi akan cepat terjadi kerusakan oleh enzim yang mencerna dan merusak jaringan daging yang ada disekitarnya terutama perut.  Peristiwa pecahnya dinding perut ikan disebabkan oleh enzim disebut burst belly.
b.    Aktivitas mikroorganisme yang merugikan
Mikroorganisme yang merugikan terdiri dari mikroorganisme pembusuk (contohnya Pseudomonas sp, Lactobacillus, Staphilococus) dan mikroorganisme pathogen (menyebabkan penyakit) contohnya E. coli, Clastridium botullinum, Staphylococus aureus.
c.      Adanya senyawa beracun
Misalnya; keracunan Ciguatera (pada ikan karang), keracunan tetrodoxin (pada octopus, kepiting, atelpus dan xantid), keracunan kerang.
c.    Pencegahan Penurunan Mutu
Tindakan pencegahan penurunan mutu bahan pangan dapat dilakukan pada berbagai aspek.
1.    Selama penanganan
Dalam aspek penanganan , penurunan mutu dapat dicegah melalui;
-       Precooling, pendinginan bahan sebelum dilakukan pengolahan
-       Penanganan steril, penaganan bahan pangan dengan bebas dari pencemar
-       Pencucian bahan pangan
-       Penyiangan, yaitu pembuangan kulit, insang, isi perut sebagai sumber mokroorganisme
-       Blanching, yaitu pemanasan yang bertujuan diantaranya adalah untuk inaktivasi enzim.
-       Pemiletan, yaitu pemisahan daging dari tulang, duri, kulit dan bagian lain yang tidak dikehendaki
-       Sortasi, yaitu pemisahan bahan pangan berdasarkan baik buruk, diterima atau tidak diterima.
-       Grading, yaitu pemisahan bahan pangan berdasarkan pengkelasan mutu.
-       Pemisahan daging dari tulang
2.    Selama pengawetan
Selama pengawetan penurunan mutu dapat dicegah melalui;
-       Penggunaan suhu rendah, bisa dengan pendinginan ataupun pembekuan
-       Irradiasi, yaitu penggunaan sinar radioaktif (yang biasa digunakan sinar gamma) untuk pengawetan.
-       Penggunaan bakteri antagonis, yaitu bakteri –bakteri yang bekerja secara berlawanan dengan bakteri pembusuk atau pathogen.
3.    Selama pengolahan
Selama pengolahan, penurunan mutu dapat dicegah melalui;
-       Penggunaan suhu tinggi
-       Penurunan kadar air
-       Penambahan senyawa kimia
-       Fermentasi

Tuesday, 6 March 2018

Pengertian, tujuan dan Isi label pangan (Etiket)

Pengertian label.
Pada zaman sekarang ini hampir semua produk yang ada disekitar kita yang dikemas mengandung informasi yang ditujukan kepada konsumen.  Informasi itu bisa berisi nama produk, komposisi, berat bersih produk, pembuat dan sebagainya. Informasi tersebut dimaksudkan agar konsumen mengetahui semua hal tentang produk sehingga pada saatnya mempunyai keinginan untuk membeli. Ini yang sebut dengan label.  Jadi label (etiket) adalah tulisan, tag, gambar atau deskripsi lain yang ditulis, dicetak, diukir atau dicantumkan dengan jalan apapun pada wadah atau pengemas.

contoh kemasan


Tujuan dari label
Adapun tujuan dari dibuatnya label diantaranya adalah sebagai berikut;
  1.  memberikan informasi tentang isi produk yang berada dalam kemasan kepada konsumen tanpa harus membuka kemmasan/ wadah.
  2. sebagai sarana komunikasi antara produsen dengan konsumen
  3. label dapat memberikan petunjuk yang tepat kepada konsumen tentang suatu produk sehingga konsumen tidak akan salah pilih 
  4. label juga dapat berperan sebagai sarana untuk iklan bagi produsen
  5. dengan adanya label/ etiket akan memberi rasa aman  karena konsumen tahu apa yang dia beli dan konsumsi, sehingga tidak was-was tentang halal atau tidak, bergizi atau tidak, dan sebagainya.
mengingat sekian banyaknya manfaat dari label pangan maka label itu sangat perlu untuk dibuat seindah dan semenarik mungkin sehingga konsumen jatuh hati kepada produk yang kita buat.

Apa saja yang ditulis dalam label pangan?
Undang-undang (UU) No. 18 tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan bahwa label paling sedikit mengandung keterangan mengenai; 
  1. nama produk, ditulis dengan huruf cetak, jelas, mudah diingat
  2. daftar bahan, sering juga disebut komposisi bahan
  3. berat bersih/ isi bersih (netto), untuk yang padat dan semi padat dinyatakan dalam berat, sedang yang cair dinyatakan dalam volume
  4. nama dan alamat yang memproduksi/ mengimpor (jika dari luar negeri)
  5. halal bagi makanan yang di persyaratkan, dikeluarkan oleh LP POM MUI, Badan POM dan Depag (Departemen agama)
  6. tanggal dan kode produksi, jika diproduksi di dalam negeri didahului dengan kode MD sedang jika dibuat diluar negeri didahului dengan kode ML
  7. tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.  Untuk makanan yang masa kadaluarsa kurang dari 3 bulan harus dicantumkan tanggal, bulan dan tahun secara lengkap.  Tapi jika masa kadaluarsa lebih dari 3 bulan cukup dicantumkan bulan dan tahun saja. Kaitannya dengan masa kadaluarsa ini ada 2 istilah yang digunakan yaitu Best before date dan Use by dateBest before date maksdunya adalah produk masih dalam kondisi baik dan masih dapat dikonsumsi beberapa saat setelah tanggal yang tercantum dalam kemasan.  Sedang Use by date adalah produk tidak dapat dikonsumsi karena berbahaya bagi kesehatan setelah tanggal tercantum dalam kemasan terlewati.
  8. nomor izin edar
  9. asal-usul bahan tertentu

Demikian materi tentang label/etiket pangan yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat.




Sunday, 4 March 2018

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN


PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN

Indonesia sebagai negara agraris memiliki banyak potensi sumber pangan baik sebagai sumber karbohidrat, sumber protein, sumber lemak maupun sumber vitamin dan mineral.  Pangan sebagai sumber karbohidrat misalnya padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, suweg, umbi kimpul.  Pangan sebagai sumber protein diantaranya daging, ikan, telur, susu, kerang, kedelai. Sebagai sumber lemak diantaranya berbagai jenis kacang-kacangan, kelapa, biji kapas dan sebagainya. Sedangkan sebagai sumber vitamin dan mineral adalah buah-buahan dan sayuran.
Namun dari sebanyak jenis sumber pangan tersebut diatas yang dikonsumsi oleh masyarakat tidak seanekaragam jenis pangan yang ada.  Konsumsi pangan jenis sumber karbohidrat terutama beras dan terigu masih diatas anjuran, sehingga kualitas konsumsi pangan tidak meningkat walaupun telah terjadi peningkatan konsumsi beras dan terigu.
Di Indonesia konsumsi beras masih cukup tinggi , diatas 100 kg per kapita pertahun.  Idealnya (seperti di jepang) konsumsi beras sekitar 60 kg perkapita per tahun.  Sedangkan konsumsi protein hewani, aneka kacang, umbi-umbian, buah dan sayuran masih rendah. Sehingga untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan perlu dilakukan peningkatan konsumsi aneka ragam pangan terutama pada protein hewani, umbi, kacang, buah dan sayur.
Untuk tercapainya penganekaragaman kosumsi pangan memang tidak mudah, perlu adanya perubahan prilaku dari masyarakat baik dari segi pengetahuan, sikap maupun tindakan.  Masyarakat perlu mengetahui bahwa sumber karbohidrat itu bukan hanya beras, masih banyak pangan lokal yang dapat digunakan sebagai pengganti beras.  Setelah tahu diharapkan masyarakat mau mengkonsumsi sumber karbohidrat selain beras, sehingga konsumsi beras dapat diturunkan.
 





Mengapa perlu penganekaragaman konsumsi pangan?
Sebagai manusia kita perlu asupan makanan ke dalam tubuh kita untuk melakukan aktivitas.  Kecukupan pangan dan gizi merupakan merupakan prasyarat bagi pemenuhan hak dasar lainnya seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan lain sebagainya.  Bagaimana dapat mencapai pendidikan dengan hasil maksimal jika dalam keadaan kondisi perut lapar?.  Bagaimana dapat mencapai produktivitas yang tinggi dalam bekerja jika perut dalam kondisi lapar?  Sayangnya tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung gizi untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi tubuh.  Setiap hari tubuh manusia memerlukan sekitar 40 jenis zat gizi .
Penganekaragaman konsumsi pangan akan dapat menghasilkan gizi yang seimbang.  Gizi yang seimbang sangat penting untuk pertumbuhan yang normal, untuk perkembangan, untuk peningkatan kecerdasan, untuk pemeliharaan kesehatan tubuh dan aktivitas sehari-hari lainya.  Tanpa terpenuhinya gizi yang seimbang tujuan tujuan tersebut sulit tercapai.
Agama mengajarkan untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan toyib (halalan toyyiban). Disini dapat di artikan kita diajarkan untuk memakan makanan yang baik dan bergizi agar tubuh menjadi sehat. 


Prinsip konsumsi pangan B2SA (Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman)




JENIS DAN TUJUAN PROSES TERMAL

JENIS DAN TUJUAN PROSES TERMAL Ada beberapa jenis proses pemanasan yang umum diterapkan dalam proses pengalengan pangan, seperti blansir...